DPRD Pertanyakan Nasib Kader Kesehatan Tak Kantongi SK
Surabaya, memorandum.co.id - Seperti diketahui, Pemkot Surabaya tengah menyiapkan Buser Surabaya Hebat yang akan bertugas di setiap lingkungan RT. Dari sekitar 45 ribu kader di Kota Surabaya, 28 ribu di antaranya dipilih menjadi kesatuan Buser Surabaya Hebat. Hal ini kemudian memantik pertanyaan bagi legislatif. Sebab, kendati Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menandaskan tak ada pemecatan kader kesehatan, namun sampai saat ini belum ada kejelasan terkait nasib kader yang tak mendapat surat keputusan (SK) Buser Surabaya Hebat. "Dikatakan bahwa para kader kesehatan yang tidak mendapat SK Buser Surabaya Hebat nantinya akan mendapat uang transport dan apresiasi, tetapi nominalnya berapa tidak ada kejelasan," ujar Tjutjuk Supariono, anggota Komisi D DPRD Surabaya, Minggu (6/3/2022). Selain itu, Tjutjuk juga mempertanyakan tupoksi bagi para kader yang tak mendapat SK, yang sampai saat ini belum dijelaskan oleh pemkot. "Hal ini mencerminkan bahwa sosialisasi terkait perubahan skema kader belum berjalan di lapangan. Untuk itu, saya mendorong pemkot agar melakukan sosialisasi, sehingga tidak menimbulkan keresahan dari para kader," tegas ketua Fraksi PSI ini. Secara tak langsung, adanya skema Buser Surabaya Hebat dinilainya sebagai wujud pemangkasan kader. Sebab nasib kader yang tak terpilih digantung. Padahal, pada pembahasan APBD 2022 digedog kenaikan insentif bagi para kader, yang sebelumnya Rp 28 ribu menjadi Rp 400 ribu. "Kami sangat mengapresiasi kerja keras dan gotong royong para kader kesehatan. Oleh sebab itu, kenaikan insentif sebagai bentuk penghargaan atas jasa dan tenaga mereka dalam upaya mengatasi permasalahan di Surabaya. Lah, kalau habis dinaikan insentifnya, terus kadernya dipangkas, ini gimana?” ucap Tjutjuk. Di samping itu, dia juga menyoroti persyaratan untuk menjadi Buser Surabaya Hebat. Yakni, minimum lulusan SMP dan batasan umurnya maksimal 65 tahun. Tjutjuk lantas menyayangkan. Pasalnya, mayoritas kader kesehatan adalah perempuan, ibu rumah tangga (IRT), dan sudah berumur. Jelas banyak yang tak masuk kualifikasi. Belum lagi soal tugas Buser Surabaya Hebat yang dirasa lebih pelik dan berat. "Kebanyakan para kader merupakan IRT, yang masih harus mengurus urusan rumah tangga. Sedangkan mereka nantinya akan bertugas mengatasi permasalahan sosial hingga kesehatan. Kalau persyaratan dan kerjanya borongan seperti ini, ya tidak jauh beda dengan kerja kantoran," cetusnya. Menurut Tjutjuk, secara prinsip tugas kader membantu meringankan tugas pemkot dalam menyelesaikan permasalahan, bukan bekerja untuk pemkot. Telaahnya, kader merupakan pekerjaan sosial. Banyak kader yang setelah mendapat kenaikan insentif ini kemudian nyicil untuk beli HP. Meskipun banyak yang gaptek, mereka meluangkan waktu untuk belajar, karena pendataan yang dilakukan kader ini mekanismenya menggunakan aplikasi Sayang Warga. Tapi sekarang malah dipangkas. "Saya mendorong pemkot untuk mengkaji ulang kebijakan ini, sebab masih banyak aspek yang belum jelas. Selain itu, saya juga mengusulkan bagi warga non-KTP Surabaya yang tinggal di kompleks militer seperti kodam dapat diajukan sebagai kader untuk efisiensi tugas," pungkas dia. (bin)
Sumber: