Ingin Bakar Sahabat yang Dianggap sebagai Pengkhianat

Ingin Bakar Sahabat yang Dianggap sebagai Pengkhianat

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Dialog dua sahabat soal perkawinan bersama itu, rupanya, menjadi pembicaraan terakhir Aik vs Yeti. Sebab, sejak itu keduanya putus kontak. HP Aik tidak bisa dihubungi, baik melalui WA, SMS, maupun sambungan telepon. “HP-nya tidak aktif. WA-nya centang satu. Kalau ditelepon, ada nada sambung tapi tidak diangkat,” kata Yeti. Gadis ini pernah mencari sahabatnya tadi ke rumahnya, namun yang dicari tidak ada. Bukan hanya Aik-nya, seluruh anggota keluarganya tidak ada. Ayah dan ibunya pula. Para tetangga tidak ada yang tahu ke mana mereka. Demikian pula Pak RT. “Tidak ada keluarga yang berpamitan mau pindah. Juga keluarganya Mbak Aik. Dia kan pelanggan saya setiap beli pulsa,” kata Pak RT yang memiliki toko dan servi HP, yang juga menjual pulsa dan paket internet. Menurut Yeti, Aik pernah cerita bahwa kakek nenek dari pihak ibunya tinggal di Gresik, tapi tidak jelas di mana tepatnya. Kalau kakek neneknya dari jalur ayah tinggal jauh di luar Jawa. Di Samosir. “Saya putus asa. Sejarah dengan Aik seperti dipaksa putus grek. Perlahan aku coba merelakannya,” tutur Yeti, yang mengaku sampai sekarang tidak bisa mengaitkan hatinya kepada cowok. Siapa pun. “Seperti mati,” kata Yeti, yang sesaat kemudian mengirimkan foto dirinya bareng Aik. Mereka berangkulan dengan latar belakang air terjun Coban Rondo. “Ini diambil tujuh bulan yang lalu,” kata Yeti. Memorandum mengawasi foto itu. Yeti terkesan tak ingin melepaskan rangkulan di pundak sahabatnya, sementara Aik justru terkesan ingin menghindar. Walau begitu, Memorandum tidak mengungkapkan kesan tersebut. “Bisakah foto kami dipasang di kisah kami nanti?” tanya Yeti. “Maaf. Demi menjaga perasaan Mbak Aik dan keluarganya, kami tidak bisa memenuhi keinginan Mbak Yeti. Namanya pun kami samarkan. Kalau jalan ceritanya dijamin 100 persen orisinal tanpa ditambahi dan dikurangi. Oh ya, kami juga terbit online. Jadi, siapa pun dan di mana pun bisa membaca kisah kalian.” Dua minggu Yeti tak menghubungi Memorandum. Sebaliknya, saat Memorandum menghubungi dia, HP-nya tidak aktif. WA-nya centang satu. Tulisan kisah Yeti dan Aik pun mangkrak. Kebetulan Memorandum lagi diuji Yang Mahakuasa. Ruas ketiga dari bawah tulang punggung berseger 25 persen. Sakit. Ngilu. Nyeri. Pada saat Memorandum menjalani terapi di RS Bhayangkara, tiba-tiba muncul WA dari Yeti. “Hubungi Yeti secepatya. Penting,” begitu WA yang dibacakan oleh istri Memorandum. Karena tidak segera ada tanggapan, WA dari Yeti masuk bertubi-tubi. Ada tujuh WA. Juga sambungan telepon. Lima kali. Memorandum mengabaikannya karena rasa nyeri pada panggul yang disinari saat terapi tidak juga reda. Sejam kemudian terapi selesai. Memorandum pelan-pelan turun dari ranjang rumah sakit sambil memberi isyarat istri untuk membawakan HP yang dimasukkan tasnya. Sekeluar dari ruang terapi, Memorandum menelepon Yeti. “Dasar pengkhianat. Penghancur persahabatan. Pemecah persaudaraan,” teriak Yeti dengan suara halilintarnya. “Yeti-Yeti… sabar. Siapa yang pengkhianat?” “Dia Om. Aik. Perempuan bermuka dua. Ingin aku membakarnya,” Yeti meluap lagi dengan amarahnya. (bersambung)  

Sumber: