Kader Tak Bersepakat dengan Skema Wali Kota Surabaya

Kader Tak Bersepakat dengan Skema Wali Kota Surabaya

Surabaya, memorandum.co.id - Belum lama ini, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mencanangkan perampingan kader, yang terdiri dari Kader Bumantik, Kader Lingkungan, hingga Kader Kesehatan akan menjadi satu bagian menjadi Kader Surabaya. Kemudian, untuk Buser Surabaya Hebat, tiap RT nantinya akan dipilih dari kader yang aktif. Sehingga, sekitar 45 ribu kader di Kota Pahlawan, 28 ribu di antaranya akan dipilih menjadi Buser Surabaya Hebat. Akan tetapi, mayoritas kader tak bersepakat dengan skema itu. Mereka kecewa, karena kader kini tak lagi bertugas seperti dahulu. Mereka merasa bakal kerepotan dan kesulitan. Sehingga puluhan kader se-Surabaya wadul ke dewan. Para kader dari beragam sektor itu bahkan kompak akan mengundurkan diri sebagai Buru Sergap atau Buser Surabaya Hebat. "Dasarnya kami keberatan dengan tugas yang diberikan dan tidak masuk akal untuk dijalani, terutama bagi kami yang seorang ibu rumah tangga," ujar Tatik Ningsih, ketua PKK RT 7/RW 13, Kelurahan Putat Jaya, Selasa (1/3/2022). Menurutnya, pemikiran wali kota untuk membentuk program tersebut kurang tepat, jika diterapkan kepada ibu rumah tangga. "Harusnya, kalau pemkot memberikan tugas seperti itu, ya merekrut saja pegawai dengan kualifikasi seperti yang diharapkan pemkot, jangan dibebankan kepada ibu-ibu rumah tangga seperti kami," tegasnya. Sedangkan Sita Pramesti, kader dari Mulyorejo mengatakan, adanya kebijakan baru itu membuat seluruh kader merasa terbebani dengan tugas yang tidak cocok sebagai pekerja sosial. Terlebih mayoritas kader merupakan IRT. "Para ibu-ibu kader tidak begitu paham tentang IT, jadi merasa berat. Kalau disesuaikan dengan kebijakan Pak Eri, keluarga kami bisa terbengkalai. Padahal sesuai pernyataan Pak Eri di Convention Hall, kader hanya bertugas membantu, bukan menggantikan tugas pemerintah," ungkapnya. Adanya aplikasi Sayang Warga pun menjadi keluhan utama para kader. Bahkan kader rela hanya dibayar sedikit, namun dengan beban kerja tak begitu sulit. "Kader itu berjalan dengan hati, bukan melihat uang. Kami mohon Bu Dyah Katarina dapat memfasilitasi masalah ini," kata Poerwati, ketua Bunda Paud dari Gubeng. Sementara itu, Dyah Katarina, bendahara Fraksi PDI-P DPRD Surabaya mengatakan, kegaduhan ini bermula sejak adanya pengumuman dari wali kota tentang Kader Hebat Surabaya. Dalam pengumuman itu, akan ada 3 atau 4 kader per RT yang akan dipilih dan diseleksi sebagai kader terbaik dan menerima insentif 400rb/bulan. Orang-orang inilah yang akan menangani semua kegiatan para kader selama ini. "Nah pertanyaannya, kader yang lain dikemanakan, padahal di PKK ada kriteria kader khusus dan kader umum. Basisnya kader ini kan dari PKK," tandasnya. Menurut anggota Komisi D ini, kader muncul dari panggilan jiwa, kegotongroyongan dan keikhlasan. Bukan diatur oleh sistem yang bahkan tak jelas output-nya. Apalagi skema Kader Surabaya dan Buser Surabaya Hebat mendadak mencuat tanpa sosialisasi. Bahkan legislatif tak diajak bicara terkait hal tersebut. "Saat kita tanya namun tidak dijawab oleh wali kota, ndak tahu pembisiknya siapa," tandas dia. Dyah berharap, agar seluruh kebijakan wali kota terkait kader dibicarakan, didiskusikan, dan disosialisasikan, sehingga dapat diambil yang terbaik untuk Kota Surabaya. "Jangan ada keputusan yang seolah seperti membalikan telapak tangan. Ini seperti sulapan-sulapan. Seperti kasus stunting yang melonjak dan dianggap kader tidak bekerja, padahal ini tanggung jawab pemkot," ucap DK, sapaan lekat mantan ketua PKK Surabaya ini. Dia menjelaskan, tugas kader tak hanya terkait stunting, masalah pengelolaan sampah juga menjadi tugas kader terdahulu meski sekarang tidak diaktifkan. "Boleh saja membuat pakem sendiri, tapi harus tetap mengikuti aturan PKK pusat. Jangan kita sebagai orang baru dilantik lantas membuat gara-gara sendiri. Ini ada yang mis, ada yang tidak memberikan informasi yang benar kepada wali kota sehingga terjadi hal seperti ini," tuntasnya. (bin/fer)

Sumber: