Usul Cari Saudara Kembar untuk Dipacari Bareng-Bareng

Usul Cari Saudara Kembar untuk Dipacari Bareng-Bareng

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Setali tiga uang, Aik juga tidak mendapat tanggapan positif. Peristiwa tersebut menjadikan mereka tambah akrab. Keduanya kemudian memproklamasikan diri dengan nama keren Duda Iman. Dua dara imut dan manis. Baju Yeti dan Aik selalu kembar. Demikian juga aksesoris lain seperti jam tangan, sepatu, tas, bando, dll dsb dst. Di SMA, mereka juga dikenal sebagai murid yang pandai. Nilainya selalu bersaing. Keduanya tidak pernah menduduki peringkat di atas lima. Tidak ada cowok yang berani mendekati mereka. Dilatarbelakangi penolakan oleh cowok yang sama semasa mereka masih kelas tiga SMP, Yeti dan Aik jadi seperti alergi terhadap lawan jenis. Sebaliknya, tak jarang mereka justru mempermainkan teman-teman prianya. “Pernah ada cowok yang cinta mati kepada Aik. Kami pun memberi syarat: kalau memang mau pacaran dengan Aik, cowok itu harus mau membelikan sepatu baru untuk kami. Kembaran. Merek branded,” cerita Yeti, disambung tawa panjang. Terpingkal-pingkal. “Om Yuli tahu apa yang kemudian terjadi? Maaf, situ saya panggil Om. Suaranya seksi sih… Biar akrab,” kata Yeti, “Kami memang dibelikan sepatu kembar dengan merek ternama. Keren. Tapi (Yeti tertawa tanpa bisa ditahan) sepatu itu kabarnya dibeli di trotoar Praban. KW 21.” Yeti tahu sepatu itu dibeli cowok tadi jauh-jauh dari Mojokerto karena dibilangin teman sebangku si cowok yang sepupu Yeti. “Kami sudah seperti satu jiwa,” kata Yeti menegaskan kedekatannya dengan Aik. Lulus SMA, mereka mendaftar dan diterima di perguruan tinggi negeri yang sama di Surabaya. Jurusannya pun sama. Dari sinilah mulai muncul benih perpecahan di antara mereka. Semua berawal dari ide Yeti. “Saya merasa bahwa selama ini kami selalu punya keinginan dan hobi yang sama. Dalam segala hal. Makanya saya mengusulkan ke Aik begini: agar kita tidak berselisih paham lagi, bagaimana kalau kita mencari pacar saudara kembar. Aku macari kakaknya, Aik adiknya. Adil kan?” kata Yeti. Meski tampak ragu, Aik akhirnya setuju. Ide yang muncul pada semester tiga itu ternyata tidak mudah diwujudkan. Hingga mereka duduk pada semester enam, tidak ada satu pun saudara kembar yang mereka temukan dan cocok. Aik mulai protes. Membantah keinginan Yeti. Aik berpendapat supaya masalah cowok ini diperkecualikan. Artinya, tidak usah dicarikan kembaran-kembaran. Alami saja. Mereka boleh memilih siapa saja tanpa harus ada campur tangan masing-masing pihak lain. Siapa saja di antara mereka yang mendapat pacar terlebih dulu, bahkan menikah, tidak boleh dilarang. Yeti ngambek. Lebih dari sebulan.  Ujug-ujug dia menemui Aik dan menawarkan ide baru. Aik yang sebenarnya memang sudah kangen bertemu sahabatnya, Yeti, mendengarkan ide baru tadi dengan seksama. “Kita sudah seperti ini,” kata Yeti sambil menempelkan jari telunjuk dan jari tengah. Mepet. Erat sekali. “Kita adalah dua tubuh tapi satu jiwa,” lanjutnya “Maksudmu?” tanya Aik. “Kita cari satu cowok. Yang engkau cintai dan yang aku cintai. Lalu kita kawini bersama,” kata Yeti sambil menatap lekat-lekat mata sahabatnya. (bersambung)

Sumber: