Rekening Pribadi Dipakai Menyimpan Dana Bermasalah

Rekening Pribadi Dipakai Menyimpan Dana Bermasalah

Sebagai abdi negara dirasakan dr Bagoes Soedjito Suryo Soelyodikusumo atau dipanggil dr Bagoes pada 2001. Waktu itu dr Bagoes yang ditulis dengan kata saya tersebut lulus tes pegawai negeri sipil (PNS), yang diadakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan ditempatkan di wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Bagusnya lagi saya tidak harus langsung bertugas di sana, tetapi diizinkan untuk menjalani program pendidikan spesialisasi dulu. Saya mengikuti tes masuk program spesialisasi jantung. Akhirnya saya mendapatkan surat pemberitahuan bahwa saya diterima di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Jantung dan Pembuluh Darah di RSUD Dr Soetomo-FK Unair Surabaya. Juli 2001 saya langsung mengikuti mata kuliah dasar umum (MKDU). Setelah itu saya menghadap ayah untuk tiga tujuan, yaitu memberitahukan bahwa saya diterima di PPDS Jantung dan Pembuluh Darah RSUD Dr Soetomo-FK Unair, diterima PNS, dan izin untuk menikah dengan Fany. Ayah saya ternyata tidak marah dan mengizinkan ketiga item yang saya ajukan. Pada 2001-2007, saya mengikuti kuliah MKDU (campur dengan PPDS-PPDS lain dari semua jenis spesialisasi). Saat pradik, mama Fany meninggal. Saya hanya dapat menengok malam hari sebentar karena program pradik tidak bisa ditinggal. Saya juga tidak dapat menghadiri pemakaman mama Fany. Selesai pradik untuk membahagiakan ayah, saya menikah lagi dengan Fany secara Islam. Pada 2002, menjalani 1 tahun di Departemen Penyakit Dalam (3 bulan di interna wanita, 3 bulan di interna laki-laki, 2 bulan di divisi endokrin, 2 bulan di divisi nephrologi, 1 bulan di rheumatologi, dan 1 bulan di divisi tropik & infeksi). Kepegawaian PNS saya berhasil dipindah dari Kalimantan Barat ke Jatim. Pada 2002, saya menjalani tugas 3 bulan di Departemen Penyakit Dalam, 6 bulan di Ruangan Jantung, 2 bulan di Departemen Radiologi dan 1 bulan di Poliklinik Jantung. Untuk menghidupi keluarga, saya menggantikan praktik dosen yang berhalangan datang. Pada 2004 saya bertugas 3 bulan di Poliklinik Jantung, 6 bulan di Divisi Non-Invasive Jantung, 3 bulan di Departemen Paru. Tanggal 8 Juni 2004, Prakoso lahir dengan sectio caesaria. Fany menderita sakit hipertensi, saya takut sekali kehilangan istri waktu dia melahirkan Prakoso. Desember 2004, suatu musibah besar menimpa kami. Prakoso diculik oleh pembantu yang baru masuk kerja beberapa hari. Kejadian itu didalangi oleh orang-orang yang tidak senang kepada saya, Fany dan ayah saya. Untung berkat bantuan Pak Gubernur (Imam Oetomo, red) dan Pak Kapolda (Pak Eddy, red), plus bantuan dari teman-teman dari polsek, polwil dan polda, akhirnya Prakoso berhasil ditemukan 3 hari kemudian di Madiun. Tanggal 30 Juni 2007, saya lulus menjadi Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah. kelulusan saya banyak dibantu dalam segala hal oleh teman-teman sesama PPDS-1 yang selevel. Dua bulan setelah pelantikan dokter spesialis, Bianca, anak kedua lahir. Lagi-lagi Fany harus menjalani section caesaria, karena Bianca waktu itu terlilit tali pusar. Saya berikrar bahwa kedua anak saya (Prakoso dan Bianca) harus bisa menjadi dokter/dokter gigi spesialis. Praktik saya sangat berkembang, selain menggantikan praktik senior juga praktik di Graha Amerta, Rumah Sakit Internasional Surabaya (HCOS) dan RS Husada Utama. Pada 2007 setelah melalui tahapan tes wawancara yang panjang akhirnya bisa diterima menjadi staf pengajar di Departemen Jantung dan Pembuluh Darah RSU dr Soetomo. Pada 2008, saya ditugaskan di Divisi Geriatri Departemen Jantung dan Pembuluh Darah RSUD dr Soetomo, masuk dalam Tim Geriatri RSUD dr Soetomo dan diangkat menjadi staf ahli DPRD Jatim. Pada 2009, saya Diterima di program S3 Unair dan diangkat menjadi Kepala Pengguna Anggaran Pusat Jantung Terpadu RSUD dr Soetomo. Lantaran pengetahuan saya tentang hukum sangat minim, dan membiarkan rekening pribadi digunakan untuk dana-dana dari teman-teman DPRD, akhirnya berujung masalah. Saya terkena masalah hukum yang sama sekali tidak saya mengerti. Mereka bilang dana program penanganan sosial ekonomi masyarakat (P2SEM), yang masuk ke rekening saya juga dana bermasalah. Saya baru tahu bahwa aliran dana balik dari lembaga-lembaga melalui rekening saya, yang selanjutnya saya berikan ke teman-teman DPRD, adalah uang negara yang katanya disalahgunakan. Tekanan yang saya terima terlalu berat, ancaman terhadap keluarga (kalau saya membuka mulut dan menyebut nama mereka). Ancaman penculikan, pembunuhan semakin keras hingga akhirnya saya memutuskan untuk berobat dan juga pindah ke luar negeri pada 2010. Tanggal 27 November 2017, musibah besar terjadi. Saya diambil dari tempat tinggal saya oleh pihak yang berkuasa di Malaysia untuk dibawa pulang ke Indonesia atas permintaan pemerintah Indonesia. Karena saya sejak lama dicari-cari oleh pihak Indonesia sehubungan kasus P2SEM tahun 2008. Waktu itu saya diambil hanya membawa baju yang melekat di badan. Keluarga saya tertinggal di Malaysia dalam keadaan kebingungan dan tidak ada uang karena gaji saya bulan itu belum turun. Pikiran saya waktu itu hanya satu bagaimana nasib keluarga yang sakit dan anak-anak saya yang masih kecil-kecil dan masih perlu sekolah. (fer/nov/habis)  

Sumber: