Broken Home (2)

Broken Home (2)

Takut Dibilang Nyosoran

Tawaran Adam sangat mengejutkan. Padahal, Adam bukan siapa-siapa selain hanya teman. Itu pun teman baru. Mereka juga belum terikat hubungan apa pun lebih jauh. Adam menawarkan itu dengan santai tanpa beban. Keragu-raguan Suci untuk menerima tawaran itu dia mantabkan dengan mengajak jabat tangan. “Aku ikhlas,” kata Suci mengulangi ucapan Adam. Perempuan cantik alami ini akhirnya memantabkan hatinya menerima tawaran Adam. Suci berjanji: apabila di waktu kemudian Adam terbukti memang benar-benar baik dan dan mencintainya, dia akan dengan terbuka menerima cinta Adam. Tapi kalau Adam terbukti hanya baik tapi tidak mencintai, Suci akan menganggap pemuda tersebut sebagai kakak. Waktu terus bergulir. Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Bulan berganti bulan. Suci menyaksikan Adam memang benar-benar baik. Bukan hanya kepada dia, namun juga kepada siapa saja. Suci yang dari awal sudah tertarik semakin tertarik kepada pemuda tersebut. Suci bahkan mulai berharap ada pernyataan cinta dari bibir Adam untuknya. Namun sampai sejauh ini harapan tersebut seolah seperti pepesan kosong. Adam tetap berbuat baik, bahkan semakin baik. Bedanya, kini Suci mulai cemburu bila Adam berbuat baik kepada gadis lain selain dirinya. Padahal, dia masih yakin itu dilakukan Adam dengan biasa-biasa saja. Sebiasa-biasanya seperti  sebelum-sebelumnya. Lucunya, Suci juga merasakan ada beberapa gadis yang cemburu saat mengetahui Adam berbuat baik kepadanya. Kalau sudah begitu, timbul perasaan di hatinya untuk segera “nembak” Adam sebelum kedahuluan yang lain. Hanya, Suci selalu ragu untuk mendahului menyatakan rasa sayang karena takut dibilang sebagai wanita nyosoran. Suci hanya berusaha mengimbangi kebaikan-kebaikan Adam, Tidak hanya kepada Adam, Suci menebarkan kebaikannya kepada siapa saja. Dia ingin meniru Adam. Namun hingga dirinya hampir lulus SMA, ternyata Adam yang diharapkan pernyataan cintanya masih bungkam. “Aku malah galau sendiri. Di satu sisi berharap ‘ditembak’ Adam, di sisi lain ingin ‘nembak’ duluan namun malu, juga takut didahui ‘penembak’ lain,” cerita Suci kepada Ikin. Pada saat itu muncullah tekad untuk nembak Adam duluan ketimbang kedahuluan ditembak gadis lain. Namun, adat ketimuran selalu mencegahnya untuk melakukan hal itu. Hingga suatu saat Suci merayakan kelulusannya dari perguruan tinggi swasta di Surabaya. Ia menggelar syukuran kecil-kecilan dengan tumpengan. Jujur Suci berharap Adam akan menyatakan cintanya. Namun sampai akhir acara, ketika semua teman sudah kembali ke tampat masing-masing, Adam tidak juga menyatakan cinta. Suci sudah tidak kuat lagi. Diraihnya lengan Adam. (jos, bersambung)  

Sumber: