Balada Pengemis Buntung (2)
Lebih Tajir dari ASN
Selama pacaran Lina tidak pernah mau diajak bermesraan. Jangankan hubungan intim, Lina selalu gibras-gibras saat Untung mencoba menyentuh. Hari bahagia itu akhirnya tiba pada 2019, beberapa bulan menjelang pandemi Covid-19. Akad nikah dan resepsi digelar meriah. Pengajian umum bersamaan dengan resepsi mampu menyedot ribuan orang. Shohibul bait memang mendatangkan ustaz kekinian. Tausiyahnya singkat, padat, dan tepat sasaran. Sesuai yang diharapkan, Untung cepat menyatu dengan keluarga Lina. Sementara Lina memang masih tinggal bersama orang tua, namun Untung berjanji secepatnya bakal melepaskan diri jadi beban orang tua. Bukan bermaksud menolak kebaikan mertua, Untung justru menjadikan janji tadi sebagai pelecut semangat untuk berjuang mewujudkan keluarga mandiri. “Kami makin bangga dengan semangat Mas Untung itu,” kata Lina. Makanya, Lina merelakan suaminya sering bekerja lembur. Selama seminggu Untung hanya pulang seminggu sekali. Pilihannya jatuh pada setiap Senin. Alasan tidak mengambil Minggu: karena lembur pada hari libur dihargai dobel. Menurut Lina, Untung tidak memberikan gajinya setiap awal atau akhir bulan. Dia memberikannya setiap pulang ke Mojokerto, jadi setiap pekan. Nilainya tidak mesti, “Bergantung bonus yang aku terima,” tegas Untung seperti ditirukan Lina. Yang jelas, kalau dibandingkan gaji aparatur sipil negara (ASN) golongan IV-a atau laba bersih pemilik stan terbesar di pasar, rezeki Untung yang diberikan kepada Lina masih jauh lebih besar. “Kalau rumah tangga sudah bahagia, kenapa Lina minta tolong Ikin menggugat cerai suami?” batin Memorandum. Memorandum lantas menduga Untung kecantol wanita lain. Sebab, pendapatan besar bagi lelaki di perkotaan berbanding lurus dengan level kenakalan mereka. Makin melarat dia, makin alim penampilannya. Sebaliknya, makin tajir dia, makin bermacam-macam jenis kenakalannya. Kenakalan tingkat pertama para lelaki berduit adalah main perempuan. Tingkat dua, main perempuan plus menenggak miras atau mengonsumsi narkoba. Tingkat tiga, memelihara perempuan. Bukan lagi sekadar ”tabrak lari” vs wanita berbayar, namun menyimpannya sebagai kelangenan. Pada level ini, ada upaya mematenkan kenakalan lelaki nakal beduit tadi dengan menjerat perempuan melalui penjatahan rutin tetap, pernikahan siri, atau bahkan menjadikannya menjadi istri sah kedua. Memorandum kemudian coba membaca tingkat kegelisahan Lina melalui mikro ekspresinya, lalu menyetarakan dengan tingkat kenakalan suaminya. Tapi, upaya itu tidak membawakan hasil. “Ini bukan masalah perselingkuhan, Om,” kata Lina mematahkan praduga yang sempat panjang lebar berkecamuk di pikiran Memorandum, “Ini soal harga diri. Wajah Lina benar-benar seperti dilabur tlethong oleh sikap Mas Untung!” tegas perempuan mahal senyum ini. (jos, bersambung)Sumber: