PTM 100 Persen di Surabaya Bertahap, Komisi D Beri Sejumlah Catatan
Surabaya, memorandum.co.id - Komisi D DPRD Surabaya menggelar rapat dengar pendapat terkait kesiapan Pemkot Surabaya dalam menjalankan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen, Rabu (5/1/2022). Legislatif mengundang dinas pendidikan (dindik), dinas kesehatan (dinkes), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perkumpulan Sekolah Swasta, PGRI dan Persakmi (Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia), serta pakar epidemiologi. Berdasarkan hasil rapat, Wakil Ketua Komisi D Ajeng Wira Wati mengungkapkan, PTM 100 persen di Surabaya akan tetap dilaksanakan sesuai dengan SKB 4 Menteri. Namun pihaknya memberikan sejumlah catatan kepada pemkot, agar dalam pelaksanaannya tak carut-marut. "Jadi ada evaluasi. Pertama, pelaksanaan PTM harus didasarkan pada kapasitas ruang kelas. Nah ini perlu dilakukan asesmen ulang, dengan menghitung kapasitas masing-masing ruang kelas mencukupi untuk berapa siswa. Kalau kapasitas ruangannya kecil, berarti tidak bisa seluruh siswa masuk ke ruangan kelas itu," terang dia. Berdasarkan kriteria SKB 4 Menteri, Surabaya termasuk dalam kategori A untuk menjalankan PTM 100 persen selama hari aktif sekolah. "Namun kapasitas ruang kelas dibatasi, antara siswa harus berjarak 1 meter dengan durasi pembelajaran maksimal enam jam per hari," jelas politisi Gerindra ini. Selanjutnya, Ajeng menyoroti permasalahan mengenai SDM instansi pendidikan. Sebab saat PTM 100 persen, harus ada kontrol pengawasan dari sekolah. "Kan banyak siswa, maka kita butuh pengawasan dari pihak guru saat melakukan PTM. Jadi jika ada 15 siswa dalam satu kelas, hitungannya tidak boleh 1 banding 15 tetapi harus lebih dari itu," tandasnya. Kemudian soal cakupan vaksinasi bagi siswa umur 6 sampai 11 tahun, Ajeng mendorong pemkot untuk mempertimbangkan masukan dari IDAI. "Jadi kalau bisa yang mengikuti PTM itu harus sudah divaksin 2 kali atau minimal sekali. Sedangkan yang mengalami gejala komorbid tidak boleh masuk. Jadi intinya kita sepakat untuk tetap diakomodir walau memang dari pusat mendukung 100 persen," ucap dia. Ajeng juga memberikan catatan mengenai antarjemput siswa. Menurutnya, harus ada pendampingan dari wali murid, serta ada pertimbangan dari pihak sekolah untuk mengawal, mengingat sekolah wajib ada Satgas Covid-19 mandiri. "Kita juga berdiskusi soal varian Omicron yang sudah masuk Surabaya. Varian baru ini tingkat penyebarannya tinggi tetapi tingkat kematiannya sangat rendah. Jadi PTM masih bisa dipertimbangkan dengan pengawasan ketat. Lagipula zona-zona di Surabaya cenderung masih rendah," paparnya. Sedangkan menurut Sekretaris Komisi D dr Akmarawita Kadir menuturkan, PTM harus tetap dilaksanakan. "Sebab kalau kita lakukan secara daring terus, psikologi anak jadi kurang baik. Namanya terbatas, semuanya harus sesuai dengan protokol kesehatan," ujarnya. Politisi Golkar ini menambahkan, adanya varian baru Omicron tak menjadi penghalang. Namun dia mengimbau pihak sekolah harus mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. "Omicron ini virusnya memang sama-sama virus corona. Penyebarannya lebih kencang dari jenis Delta. Tapi penanganannya sama yakni VDJ (ventilasi, durasi dan jarak, red) dan 5 M. Makanya, bagi sekolah-sekolah yang melanggar, misalnya jaraknya terlalu mepet, maka sekolah itu ya harus ditutup. Kita evaluasi sekolahnya, sampai sekolah tersebut betul-betul mumpuni baru bisa dibuka lagi," tegasnya. Sementara itu, Yusuf Masruh, Kepala Dinas Pendidikan Surabaya memaparkan, nantinya setiap 3 bulan sekali, PTM akan mendapat evaluasi. "Kita akan lihat dan memantau penyebaran virus, lalu kondisi anak didik seperti apa. Dalam kondisi itu, nanti kita akan lihat segala sesuatunya, juga terkait perkembangan Covid-19 ini seperti apa," jelasnya. "Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) tadi juga ikut rapat. Jadi kita perlu satukan pemahaman bahwa 100 persen tatap muka itu adalah dihitung dari kapasitas ruangan di masing-masing sekolah yang ada. Bukan dari jumlah siswa. Ini yang nanti kita sampaikan ke teman-teman kepala sekolah dan lain-lain. Sesuai dengan tahapan-tahapan tadi. Dari 50 persen, naik 75 persen, dan seterusnya bagi tiap-tiap ruang kelas," imbuh Yusuf. Soal aturan jarak dalam ruangan kelas, pihaknya akan mengupayakan sesegera mungkin untuk dilakukan asesmen ulang. Yang pasti, kata dia, pemkot mengharapkan semua siswa SD dan SMP, baik swasta ataupun negeri, bisa bersekolah. "Assessment ulang segera kita lakukan dan akan kita kaji, khususnya soal kapasitas ruang kelas, agar betul-betul jarak itu satu meter. Kalau dulu itu kita sebut daya tampung. Nah, kalau daya tampungnya 32 lalu diukur dengan jarak, maka mungkin yang 50 persen ikut tatap muka hari ini dan yang 50 persen lagi besok. Jadi yang hari ini daring besoknya masuk, bertahap," tuntasnya. (bin/fer)
Sumber: