Bom Waktu Itu Akan Diledakkan Pas Ulang Tahun
Yuli Setyo Budi, Surabaya Tidak hanya jujur dan pekerja keras, Supri terbukti cerdas. Buktinya, kebersamaan Supri dengan mendiang Handoko selama jadi sopir pribadi sering dimanfaatkan mantan sopir angkot ini untuk berdiskusi dan belajar. Kini, hampir semua ilmu yang dikuasai Handoko seperti ter-copy paste ke benak Supri. Karena itu, tak salah bila Suwanti mengangkat Supri jadi asisten pribadi. Sebab, sebagai pimpinan puncak perusahaan pengganti suami, Suwanti sangat butuh kehadiran Supri. Di mata Suwanti, Supri ibarat titisan Handoko. Apa saja yang ada pada Handoko semasa hidup seperti menurun pada diri Supri. Kemampuan membaca peluang maupun kemampuan mengatur strategi, misalnya. Apa saja. Suwanti merasa nyaman bekerja didampingi Supri. Ada teman diskusi apabila sewaktu-waktu membutuhkan. Supri memang selalu mampu memberikan solusi dan jalan keluar setiap ada persoalan. Baik dalam pekerjaan, keluarga, maupun pribadi. Suwanti lambat laun kecanduan berada di sisi Supri. Tidak bisa dilepaskan. Bak pemakai narkoba yang harus selalu dapat asupan zat-zat adiktif yang terkandung di dalam barang terlarang tersebut. Supri sudah menjadi kayak sabu atau ineks bagi Suwanti. Hidup seperti tidak ada daya dan kemampuan tanpa Supri. Tidak ada pendorong semangat. Nikmat tapi terlarang. Ketika kenyataan ini disampaikan Suwanti kepada Supri, telaki ini tercenung. Dia tidak kuasa memberikan tanggapan. Jangankan lewat kata-kata, melalui isyarat saja rasanya berat. Sebab, sejatinya Supri juga merasakan hal yang sama. Supri juga selalu merasa berada pada kondisi puncak setiap berdekatan dengan Suwanti. Kondisi psikologi pada Supri dan Suwanti ini sedikit banyak mempengaruhi sikap mereka. Supri yang dikenal jujur jadi sering sulit menjawab terus terang apa pun pertanyaan anak dan istri di rumah. Fakta ini sangat menyiksa. Karena itu, Supri berencana menyampaikan ini kepada Mala. Bagaimanapun tanggapan Mala, Supri akan menerima. Mau marah, silakan; mau ngambek, monggo; mau apa saja, akan diterima. Supri menunggu waktu yang tepat. Dan, itu ternyata tidak mudah. Supri merasa kasihan karena yakin bahwa yang akan dia katakan kepada Mala adalah sesuatu yang menyakitkan. Di sisi lain, menyimpan rahasia kurang mengenakkan dirasakan Supri ibarat memeluk bom waktu. Bila sewaktu-waktu meledak, apalagi yang membakar sumbu dia sendiri, dampaknya bakal buruk. Sangat buruk. Tidak cukup sehari-dua hari atau seminggu-dua minggu menemukan waktu yang tepat. Momen itu baru ditemukan Supri ketika dirinya berulang tahun. (bersambung)
Sumber: