Liku-Liku Korban Laki-Laki (2)

Liku-Liku Korban Laki-Laki (2)

Jelajah Wanita Modal Tampang

Menurut kerabat Bagong, Herdi adalah lelaki hidung belang yang hanya bemodal tampang saat menjelajah dari satu wanita ke wanita lain. Bagong dan Kunti membenarkan bahwa Hardi memang ganteng. Meski gundul plonthos, garis-garis kegantengannya tergambar jelas. Orangnya selalu tampil percaya diri dan sopan. Teman kerja perempuan kerabat Bagong malah pernah menjadi korban. Hartanya tekuras nyaris habis sebelum jatuh sakit dan ditinggalkan begitu saja oleh Hardi. Betul-betul lelaki raja tega. Bagong tidak percaya begitu saja. Dia mencari informasi lagi soal Hardi kepada banyak pihak. Terutama yang mengaku sudah lama mengenal sosok lelaki itu. Ternyata tidak ada satu pun yang tahu mamastikan siapa Hardi. Apa pekerjaanya. Dll. Dsb. Dst. Bagong tidak terburu mengonfirmasi berita dari kerabat tadi. Dia menunggu waktu yang tepat. Bagong hanya beberapa kali menanyai Hardi tentang perusahaan yang sahamnya dia miliki. Kali pertama Hardi hanya mengaku perusahaannya mengelola tambang batubara di Kalimantan. Itu saja. Kali kedua dia mengatakan perusahaan tersebut sebenarnya milik staf menteri. Dirinya hanya memiliki sebagian kecil sahamnya. “Itu pun hasilnya masih amat besar menurut ukuran Hardi,” kata Bagong. Kali ketiga Hardi malah mengeluh. Dia mengaku perusahaan yang sahamnya dia miliki sedang bangkrut. Pailit. Kini dikuasai asing dan aseng. Sejak itu Hardi tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Hilang bagai ditelan bumi. Tidak pergi begitu saja, Hardi membawa pula Ayla hasil pembelian Endah yang sehari-hari dipakai perempuan komes tersebut. ”Pada awal pernikahan kami buat kesepakatan menyimpan semua rezeki  hanya dalam satu tabungan. Atas nama Mas Hardi,” sela Endah, yang menjelaskan itu dilakukan untuk memudahkan urusan penyimpanan dan pencairan. Untuk meyakinkan Endah, Hardi menunjukkan buku tabungan berisi saldo di atas Rp 5 miliar. Juga, beberapa berkas bukti kepemilikan saham atas nama Hardi di sebuah perusahaan penambangan batubara di Kalimantan. Hardi memperlihatkan pula beberapa sertifikat rumah di beberapa kota, tapi atas nama orang lain, bukan atas namanya. Katanya, sertifikat ini adalah agunan orang yang pinjam modal kepadanya. “Sejak menikah saya selalu mentransfer gaji bulanan ke tabungan bersama tadi. Per bulan rata-rata Rp 20 jutaan. Kurang-lebih,” kata Endah. Bagong mengaku sempat hendak melaporkan Hardi ke polisi. Ia merasa lelaki itu telah menipu adiknya. Tapi, rencana tadi tidak pernah direalisasikan dengan banyak pertimbangan. Salah satunya, ribet dan berbelit-belit tapi belum pasti hasilnya. “Saya hanya ingin segera dapat surat cerai dari pengadilan,” sela Endah sambil mengusap air mata. Dengan mengantongi surat cerai, Endah merasa lebih yakin menepaki sisa-sisa usia. Tidak terkatung-katung seperti saat ini. Sayang, ketika Endah bersemangat menceritakan kisahnya, namanya dipanggil petugas PA. Memorandum pun terburu ke kantor yang sedang merayakan ultah ke-52. (jos, bersambung)  

Sumber: