Menggali Budaya Arek Suroboyo yang Terancam Luntur
Surabaya, memorandum.co.id - Ancaman modernisasi melunturkan budaya lokal arek-arek Suroboyo, membuat sejumlah komunitas budaya di kota pahlawan resah. Bersama Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga bersama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya, Komunitas Begandring dan Roode Brug menginisiasi penyusunan ensiklopedia objek-objek pemajuan kebudayaan di Kota Pahlawan. Mereka bersepakat 'Wani Nulis, Wani Nggawe Sejarah, Rek!.' mengawali penulisan potensi kearifan lokal budaya Arek Suroboyo yang juga bisa disumbangkan untuk dunia pendidikan atau literasi kebudayaan. Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya Ir Musdiq Ali Suhudi MT menyebutkan banyak beragam budaya di Surabaya. Mulai dari sedekah bumi, gulat okol, jula-juli, dan budaya potensi lainnya. "Jangan sampai karena ada modernisasi budaya tersebut luntur," jelas Musdiq saat menggelar lokakarya kearifan lokal budaya Arek Suroboyo digelar di Novotel Surabaya Hotel dan Hotel Suites. Ia menyebutkan, ide lokakarya penulisan konten ensiklopedia objek pemajuan kebudayaan di Surabaya, karena potensi kekayaan kearifan lokal budaya Arek Suroboyo sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk pendidikan atau literasi kebudayaan. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya sebagai salah satu stakeholder gerakan literasi kebudayaan, banyak membuat inovasi dalam gerakan literasi. Mulai dari Virtual Tour, Taman Kalimas, Dispusip, e-TBM, adalah beberapa inovasi yang hingga kini dimanfaatkan luas oleh publik Surabaya. "Dispusip sebagai sumber informasi melakukan berbagai upaya untuk menginventarisasi, mendokumentasikan dan mempublikasikan kekayaan budaya yang ada di Surabaya. Agar bisa dinikmati dan sekaligus dijadikan bahan edukasi masyarakat, diperlukan pengelolaan yang memanfaatkan teknologi informasi, termasuk media media sosial yang ada," jelas Musdiq. Pada kesempatan itu, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Prof Purnawan Basundoro mengatakan, pentingnya kolaborasi. untuk melakukan inventarisasi, lalu menuliskannya sebagai bahan pembelajaran. "Itu bukan pekerjaan ringan. Butuh inisiatif dan kerja sama banyak pihak. Kami mendorong Pemerintah Kota Surabaya serta komunitas dan siapa saja untuk ikut bergiat bersama,” ujar guru besar ilmu Sejarah tersebut. Kegiatan ini melibatkan peran komunitas yaitu Komunitas Roode Brug Soerabaia dan Komunitas Begandring Soerabaia. Keberadaan komunitas sebagai salah satu komponen pentahelix kebudayaan (akademisi, komunitas/pelaku, pemerintah, media, dan industri) memang sangat vital bagi tumbuhnya ekosistem pemajuan budaya. (day/fer)
Sumber: