Inovasi PJB Sejahterakan Petani Kopi Andungbiru
Surabaya, memorandum.co.id - Di tengah pandemi Covid 19, PT PJB melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) Unit Pembangkitan Paiton melakukan inovasi pembuatan trichokompos, dan penjemuran kopi komunal. Serta strategi pemasaran yang berhasil meningkatkan penjualan kopi bagi para petani kopi di Desa Andungbiru di lereng Gunung Argopuro. Direktur Utama PT PJB Gong Matua Hasibuan turut menyampaikan, kontribusi PJB mendampingi petani kopi di Desa Andungbiru. PJB UP Paiton memberikan kebermanfaatan di sisi masyarakat, dan telah memecahkan permasalahan di Desa Andungbiru dengan menghadirkan terobosan dari hulu hingga ke hilir di pertanian kopi “Seluruh unit PJB yang tersebar di penjuru Indonesia telah berkomitmen untuk dapat hadir dan . Saya yakin, melalui terobosan ini, petani kopi di Desa Andungbiru dapat terbantu dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas produksi kopi serta mengangkat perekonomian di tengah pandemi," terang Gong Matua Hasibuan. PJB menghadirkan inovasi trichokompos atau pupuk organik yang dihasilkan dari bahan limbah kulit kopi dilakukan untuk menyelesaikan kelangkaan dan kenaikan harga pupuk. Para petani diajari bagaimana membuat trichokompos dilengkapi dengan bantuan peralatan sehingga bisa memproduksi pupuk secara mandiri. Dengan biaya sekitar Rp 170.000 dapat menghasilkan 500 kg pupuk trichokompos atau setara dengan Rp 340/Kg. Harga ini 10 kali lebih murah bila dibandingkan dengan harga pupuk kimia/anorganik yang mencapai Rp 3.400/Kg. Di sisi proses pengolahan biji kopi, CSR PJB juga turut mendampingi dengan melakukan terobosan pembuatan lahan jemur komunal dengan memanfaatkan lahan non-produktif. Untuk mendapatkan pengeringan yang optimal, lahan penjemuran dibuat dengan rak jemur serta berpaving block. Uniknya paving block yang digunakan dibuat dengan memanfaatkan sisa dari hasil pembakaran batubara (fly ash bottom ash) PLTU Paiton. Terobosan ini dapat menghemat lahan untuk menjemur karena satu sak yang setara dengan 50 kg biji kopi membutuhkan lahan penjemuran 1,5 m². Dengan estimasi panen tahun 2021 sebesar 80 ton, maka lahan yang dibutuhkan mencapai 2,4 Ha. Dengan memanfaatkan lahan jemur komunal dan rak jemur tentunya mengubah pola sosial masyarakat dalam pembukaan lahan untuk penjemuran dengan menebang pohon sehingga kelestarian tetap terjaga. Desa Andungbiru, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo berada di berketinggian ± 900-1300 mdpl dengan curah hujan rata-rata 293-300 mm. Desa penghasil kopi jenis robusta maupun arabika ini, setiap tahun menghasilkan sekitar 145,6 ton kopi dalam bentuk green bean. Pada tahun 2019, dimana pandemi Covid-19 mulai menyerang, turut memengaruhi kehidupan petani kopi di Desa Andungbiru. Hasil panen yang tidak dapat terserap maksimal seiring penurunan produksi pabrik maupun tutupnya cafe serta restoran yang biasa menyerap produk kopi ditambah dengan tingginya harga pupuk menjadi masalah baru bagi mereka. Sementara itu , Suto, ketua Kelompok Putra Kramat, Desa Andungbiru, menyampaikan, pandemi tidak saja memberikan beban kesehatan bagi warga. Seiring peningkatan harga pupuk yang mencapai 29,20% dari tahun sebelumnya mengakibatkan pemupukan seringkali diabaikan. "Imbasnya produktivitas dan kualitas tanaman kopi pun menurun," tutur dia. Menurutnya, pada panen tahun 2021 petani hanya mampu mendapatkan rata-rata 220 Kg/Ha. Jumlah ini menurun jauh jika dibandingkan dengan hasil pada tahun sebelumnya yang mencapai 400 Kg/Ha. Berawal dari permasalahan inilah PJB ikut terlibat aktif dalam memecahkan permasalahan tersebut dan memberikan manfaat pagi petani kopi Desa Andungbiru. Melalui Inovasi pembuatan trichokompos atau pupuk organic, penjemuran kopi komunal, hingga inovasi dalam penjualan produk kopi, berbagai masalah utama petani tersebut bisa diatasi. (day)
Sumber: