Buruh Jombang Unjuk Rasa, Ini Tuntutannya

Buruh Jombang Unjuk Rasa, Ini Tuntutannya

Jombang, memorandum.co.id - Puluhan buruh yang tergabung dalam Aliansi Front Perjuangan Rakyat Bersatu (AFPR Bersatu) Kabupaten Jombang menggelar aksi unjuk rasa. Dengan berjalan kaki dan sepeda motor, para buruh membawa spanduk dan poster melakukan unjuk rasa di depan Pemkab Jombang Jalan KH. Wahid Hasyim. Dalam aksinya, buruh menuntut kenaikan UMK sebesar 10 persen dari UMK saat ini sebesar Rp 2,6 juta, dan AFPR Bersatu meminta verifikasi ulang seluruh serikat buruh se-Kabupaten Jombang. Pada tahun 2020-2021 tidak ada kenaikan UMK, dan pemerintah dianggap tidak bisa mengontrol terhadap melonjaknya bahan pangan, bahan-bahan pokok. Itu yang dirasakan para buruh selama pandemi Covid-19. Berikutnya, selama bertahun-tahun, Dewan Pengupahan Kabupaten (DPK) Jombang merumuskan dan menetapkan upah, tidak pernah transparansi, tidak pernah menyampaikan kepada buruh (AFPR Bersatu). Maka AFPR Bersatu mempertanyakan keterwakilannya (DPK, red) sesuai ketentuan UU yang berlaku apakah betul DPK yang selama ini dari kabupaten itu sah menurut hukum atau tidak. Karena di Kabupaten Jombang ada sekitar 6-7 serikat yang sama-sama tercatat di pemerintah. Mulai berdiri sampai pertengahan 2021, tidak pernah diverifikasi keberadaannya. Sehingga tidak perwakilan di dalam DPK, dalam pemerintahan. Maka tidak dapat menyampaikan suara, dan itu menjadi kendala. Sedangkan mereka tidak pernah terbuka kepada AFPR Bersatu. Maka tidak ada jalan lain, AFPR Bersatu menggunakan mahkamah jalanan untuk menyampaikan aspirasinya. "Apabila tidak dipenuhi, maka kita akan melakukan upaya hukum, baik non legitasi maupun legitasi, termasuk pascademo ini kita akan menyusun surat dengan beberapa kajian," kata Korlap Aksi, Lutfi Mulyono, Selasa (16/11/2021). Lutfi menjelaskan, pihaknya akan sampaikan kepada Menaker dan Disnaker Provinsi Jatim, bahwa keberadaan dewan pengupahan tidka sah sesuai undang-undang. "Hasil pleno DPK kepada kami, tertulisnya tertutup tidak pernah disampaikan kepada kami. Hanya dari beberapa isu teman, bahwa dari Apindo tidak mengajukan kenaikan angka, lalu dari perwakilan pekerja meminta 8 persen, dari ASN itu Rp 10 ribu kenaikan," jelasnya. Karena tidak ada kajian apapun, lanjut Lutfi, maka dilakukan voting. Begitu divoting, sepakat tidak ada kenaikan lagi. Anehnya, didalam DPK itu selama bertahun-tahun, perwakilan ASN 10 orang, perwakilan pekerja 5 orang, Apindo 5 orang. "Tapi begitu voting, kenapa Apindo yang menang. Padahal angka diajukan masing-masing. Ini ada indikasi bahwa kinerja DPK main-main. Kalau mereka konsisten Rp 10 ribu, maka walau divoting seperti apa ya tetap 10 orang itu muncul. Nah ini kenapa Apindo unggul," ujarnya. Untuk itulah papar Lutfi, hal ini yang dipersoalkan. Pihaknya akan mempertajam sampai ke Kementerian Tenaga Kerja. "Hari ini yang sampai ke bupati sampai akan diterbitkannya rekom itu tidak ada kenaikan," pungkasnya.(yus)

Sumber: