Cinta Gadis Facebooker (3)

Cinta Gadis Facebooker (3)

Sehari Dijatah Rp 25 Ribu

Jito ternyata bukan lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Setelah menikah satu per satu kejelekannya terbongkar. Jito suka  mabuk-mabukan dan  peringainya kasar. Riza yang dulu sering dihajar orang tua karena tidak disiplin bersekolah kini giliran dihajar suami justru karena ingin mengingatkan suami yang berbuat keliru. “Aku sepertinya kena karma,” kata Riza. Riza lantas menunjukkan lebam-lebam di hampir semua permukaan tubuh. Kulit yang tampaknya mulus itu ternodai bongkah-bongkah hitam tak beraturan. “Aku sampi keguguran,” kata Riza, yang menambahkan itu terjadi setelah perutnya ditendang Jito. Meski keadaannya makin hari semakin memprihatinkan, Riza tidak mengeluhkan kondisi itu ke orang tuanya. Dia malu karena Jito adalah lelaki pilihannya sendiri. Dia takut justru bakal dimarahi habis-habisan, terutama oleh ayahnya. Riza hanya bisa sekuat tenaga berusaha menyimpan penderitaan batin dan fisiknya. “Sebenarnya ada niat untuk kabur dari Jito. Sempat terbetik pikiran ke Jakarta dan cari kerja di sana. Memulai kehidupan baru di sana,” tutur Riza lirih. Tapi itu tidak mungkin dilakukan. Riza mengaku keberaniannya tidak sekuat dulu lagi. Ada terselip waswas di hatinya. Pertimbangan lain, Jito tidak akan tinggal diam membiarkannya kabur. Riza yang merasa juga dimanfatkan Jito sebagai ATM tambahan diawasi sangat ketat. Dia dipaksa selalu kerja lembur agar bisa menyetorkan gajinya kepada Jito. “Setiap bulan gajiku memang selalu diambil Jito. Semua,” kata Riza. “Semua?” tanya Memorandum nyaris tidak percaya. “Ya. Semua. Tiap hari aku hanya dijatah Rp 25 ribu untuk beli nasi bungkus,” kata Riza, yang menambahkan bahwa Jito sendiri tidak pernah makan di rumah.  Rp 25 ribu itu jatah beli nasi bungkus untuk makan Riza sehari. Sebenarnya Riza pernah nekat merealisasikan niatnya kabur dan mencari kerja di Jakarta. Tapi rencana itu terendus Jito. Riza yang sudah meninggalkan rumah dan naik bus jurusan Jakarta tiba-tiba ditarik kerah bajunya dengan kasar dan dipaksa turun dari bus. Riza lantas diseret kembali ke rumah dengan kasar. “Sebenarnya banyak yang lihat. Ada juga beberapa polisi mengawasi kami. Tapi mereka tidak bisa berbuat banyak setelah tahu Jito adalah suami aku,” kata Riza. Riza juga pernah mengajak Jito pulang, menemui orang tuanya di Surabaya. Namun ajakan itu tidak pernah dipedulikan. Padahal Riza sudah merajuk dan mengaku kangen kapada kedua orang tuanya, terutama ibu. Lantaran Jito tidak pernah mau mengantarkannya pulang ke Surabaya, Riza hanya pamit dan pulang sendiri saja. Ketika permintaan ini disampaikan, Jito malah marah-marah lebih keras. Riza dibentak-bentak dan tubuhnya dibentur-benturkan ke dinding. “Kamu mau kabur dan tidak akan kembali kan? Iya kan? Mau meninggalkan aku? Licik! Penipu,” sumpah serapah Jito sebagaimana ditirukan Riza. Suatu saat Riza curhat kepada temannya di tempat kerja. Seorang perempuan sebaya dirinya. Tapi apa reaksi perempuan tersebut, sebut saja Iin? “Dia malah menangis di depanku,” kata Riza. Iin malah menceritakan nasibnya kepada Riza bahwa dulu dia juga pernah disakiti Jito. Iin dihamili dan dipaksa menggugurkan kandungannya. Kalau tidak mau, Iin diancam akan dihabisi. (jos, bersambung)        

Sumber: