Ketika Cinta Terbelah (1)
Emoh Asuh Anak
Dari mulut turun ke perut, turun lagi ke bawah perut. Itulah pepatah cinta yang dilakoni warga Sawahan, sebut saja Hari. Sekitar tiga tahun pertama perkawinannya, rumah tangga Hari dan istrinya, sebut saja Risma, berjalan oke-oke saja. Kekurangan Risma yang tidak pandai masak dimaklumi Hari dengan melahap apa pun yang disuguhkan sang istri. Namun sejak Risma diterima kerja di sebuah perusahaan swasta bonafide, kerikil-kerikil perselisihan mulai jadi sandungan. Kesibukan Risma di luar menyebabkan dia mengesampingkan urusan rumah tangga. Apalagi kala anak semata mayang mereka lahir. Risma enggan memelihara sendiri. Dia menitipkannya kepada sang ibu. “Ini jadi pangkal perseteruan kami,” kata pengacara Risma di kantornya, sekitaran Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Hari yang merasa dijauhkan dari tambatan hatinya jadi sering galau. Perang dingin pun pecah. Meski tinggal serumah, hampir tidak pernah terjadi komunikasi di antara mereka. Hari sibuk diri dengan bisnisnya, begitu pula Risma. Dia ngoyo mewujudkan impian jadi wanita karier. Perselisihan-perselisihan itu memuncak sekitar empat tahun terakhir. Karena sering kesepian, lambat laun Hari tidak kerasan berlama-lama di rumah. Lelaki yang tidak pernah makan di luar ini berubah jadi senang bersafari kuliner. Sendirian. Hampir seluruh sudut Surabaya sudah dijelajahi. Setiap terdengar slentingan ada makanan enak di suatu tempat, Hari memburunya. Tak jarang dia harus ke luar kota untuk memuaskan perutnya. Makanan-makanan serba enak dan maknyus silih berganti dikonsumsi. Mak Yeye di Wonokromo termasuk makanan favoritnya. Hari rela antre sambil ngantuk tekluk-tekluk untuk sekadar mendapatkan sepiring nasi dan berlauk pecelan Mak Yeye. Demikian pula bakso di Jalan Ciliwung dan bakso Bang Pitung di Sidoarjo. Hari merasa menemukan kepuasan tersendiri di dunia kuliner, karena selama ini dia selalu menelan apa pun yang disuguhkan Risma. “Dulu Hari ingin disebut lelaki baik dengan mau melahap apa pun masakan istri. Meski tah kasinen atau justru kekurangan garam,” tambah si pengacara, sebut saja Ikin. Penasihat hukum berdarah Madura ini mengaku sudah beberapa kali mengingatkan Hari agar tidak melupakan Risma, apa pun yang terjadi. “Saya ingin mendamaikan mereka (Risma dan Hari, red) sebelum resmi memasukkan gugatan ke pengadilan. Siapa tahu persoalan mereka bisa diselesaikan di sini,” tuturnya. Makanya dia sengaja memanggil keduanya untuk diajak ngobrol dari hati ke hati. Tentu saja tidak dalam waktu bersamaan. “Tapi sepertinya sulit, karena Hari sudah kadung kesengsem perempuan lain yang pandai masak. Kata Hari, dia jatuh hati sejak perutnya merasakan pedas-asin masakan pemilik warung tersebut,” katanya. (jos/bersambung)Sumber: