Sarip Tambak Oso dan Serunya Tradisi Berayaan Maulid Nabi

Sarip Tambak Oso dan Serunya Tradisi Berayaan Maulid Nabi

Sidoarjo, memorandum.co.id - Sejumlah anak begitu antusias melompat-lompat sambil mengangkat kedua tangan demi meraih tempat minum plastik bergambar mobil di dalam Musholla Al Hasan, Desa Tambak Oso, Waru, Sidoarjo. Sementara keseruan terjadi di halaman musholla di mana para ibu dan remaja putri saling bersenggolan berebut gayung, serok, sutil, botol plastik, sandal, sapu, dan berbagai barang keperluan sehari-hari yang tergantung di atas. Pemandangan itu terjadi saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Selasa (19/10/2021). Masyarakat tumpah ruah, baik orang tua, remaja putra-putri, ibu-ibu dan anak-anak di halaman Musholla Al Hasan. Panggung besar terpasang menutup jalan desa dengan tenda-tenda yang atapnya digantungi berbagai macam barang keperluan sehari-hari. Acara yang dimulai pukul 09.00 WIB itu dibuka dengan pembacaan shalawat Nabi oleh group Al Banjari. Bacaan tentang kisah hidup Nabi Muhammad dilantunkan dengan syahdu diiringi lagu-lagu shalawat yang menggema. Usai pembacaan shalawat dilanjutkan ceramah agama oleh Habib Amrullah Bin Khusain dari Sidoarjo. Masyarakat di lingkungan Desa Tambak Oso memiliki tradisi unik dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi turun temurun ini sudah ada sejak jaman Sarip masih hidup. Tokoh legenda yang berasal dari Desa Tambak Oso itu terkenal membela wong cilik melawan penjajah Belanda. Tradisi Maulid Nabi yang tak lekang oleh jaman itu adalah berebut barang-barang berupa alat-alat keperluan sehari-hari yang digantung di atas. Menurut Ustad Nur Kholis, tokoh masyarakat setempat, tradisi itu dinamakan Berayaan. Berayaan berasal dari kata berebutan saat perayaan. Berayaan dimulai saat pembacaan shalawat Mahallul Qiyam dibacakan. Saat itu semua jamaah berdiri demi menghormati kehadiran Nabi Muhammad SAW. Saat bacaan akan berakhir, tanpa menunggu aba-aba, jamaah mulai bergerak mengincar barang yang diinginkan yang berada di atas kepala mereka. Keseruan terjadi kala barang yang diinginkan sama. Mereka saling dorong dan bersenggolan demi mendapatkan barang yang berharga mahal. “Barang-barang yang digantung di atas itu berasal dari sumbangan masyarakat. Ada yang memberi sapu, wajan, gayung, gantungan baju dan lain-lain. Bahkan sekarang ada yang menggantung sarung, baju, bahkan uang pecahan lima ribu sampai lima puluh ribu. Semua itu bentuk ekspresi suka cita atas kelahiran Nabi Muhammad,” jelas Ustad Nur Kholis.(ziz)

Sumber: