Bayangan Kelam Anggota DPRD Surabaya
Oleh: Arief Sosiawan Pimpinan Redaksi Hari ini, Sabtu (24/8), 50 anggota DPRD Kota Surabaya periode 2019-2024 diambil sumpah oleh Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Nursyam SH MH, dan dilantik oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. 75 persen anggota dewan hasil pemilihan legislatif 2019 itu, merupakan wajah lama. Sisanya wajah baru. Tugas mereka memang banyak. Yang pasti tugas pengawasan terhadap kinerja eksekutif di bawah dikomando wali kota, sepanjang periode sebagai wakil rakyat itu yang paling penting. Tentu harapan semua warga atas kemajuan kota dan seluruh aspirasinya, kembali bisa disuarakan oleh mereka. Di pundak merekalah (anggota dewan) sebagian tantangan kota berjuluk Kota Pahlawan ini berada. Artinya, maju tidak, tenang atau tidak, panas dan dingin suasana politik kota ini bergantung kepada mereka. Banyak hal positif yang selama ini sudah diperlihatkan anggota dewan periode sebelumnya. Pertanda mereka bisa bersinergi dengan eksekutif atau lembaga lain. Baik lembaga samping, lembaga atas, atau bahkan lembaga bawah mereka. Banyak prestasi yang sukses didulang oleh DPRD Kota Surabaya pada periode 2014-2019. Di bawah kepemimpinan Ir Armuji, capaian prestasi dari produk peraturan-peraturan yang dikeluarkan berhasil ditelurkan dengan sukses dalam pelaksanaannya. Meski begitu ada juga catatan buruknya. Catatan ketidak berhasilannya. Bahkan, catatan yang menyisakan persoalan hukum pun juga ada. Contoh catatan buruk adalah kasus dugaan korupsi dana hibah jaring aspirasi masyarakat (jasmas) yang hingga kini masih dalam proses penyelesaian. Kasus yang berawal dari penggunaan dana APBD 2016 ini, menyeret dua wakil ketua. Darmawan (Partai Gerindra) dan Ratih Retnowati (Partai Demokrat). Juga empat anggota dewan masing-masing Sugito (Partai Hanura), Binti Rochmah (Partai Golkar), Dini Rijanti (Partai Demokrat), dan Saiful Aidy (Partai Amanat Nasional). Contoh buruk ini tentu akan menjadi bayangan kelam kedewanan. Banyangan menyakitkan warga kota. Karena, apa yang dilakukan oleh keenam anggota dewan itu pasti masuk dalam catatan hitam di lembaran negara. Minimal, kepercayaan terhadap para wakil rakyat, kini tercederai dengan goresan luka yang mendalam, bisa jadi traumatik bagi warga kota. Apalagi, dalam catatan buruk itu masih ada nama Ratih Retnowati, perempuan tangguh yang menjadi satu-satunya dari enam anggota dewan tersangka Kejari Tanjung Perak pada kasus jasmas, terpilih kembali menjadi anggota dewan. Nah, belajar dari pengalaman ini, semestinya mereka yang kini menjadi anggota DPRD Kota Surabaya, terutama mereka yang wajah lama, makin pandai untuk menempatkan diri sebagai anggota dewan. Boleh jadi mereka makin lihai dalam menganalisa dan mengawasi dana-dana pemerintahan yang diberikan kepada masyarakat. Dan bagi mereka anggota dewan yang baru, haruslah segera belajar dari rekan sejawatnya, anggota dewan wajah lama. Yang secara nyata sudah mengetahui cara bekerja sebagai anggota dewan kota, hingga mampu menyelesaikan tugas tanpa terjerat pada persoalan hukum seperti enam kawannya yang kini menghadapi tuntutan hukum atas kasus jasmas APBD 2016.(*)
Sumber: