Masih 13,1 Persen, Ini Upaya Pemkab Jombang Tekan Angka Stunting
Jombang, memorandum.co.id - Pemkab Jombang melakukan percepatan pencegahan stunting terhadap bayi usia dibawah lima tahun (balita) dengan menggelar aksi Rembuk Stunting. Rembuk Stunting yang dilaksanakan di Ballroom Horison Yusro Hotel, Jalan Soekarno - Hatta Nomor 25, Peterongan, Jombang, dibuka oleh Wakil Bupati Jombang Sumrambah, yang mewakili Bupati Jombang. Stunting yakni kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan. Untuk itu Pemkab Jombang berupaya melakukan langkah-langkah agar stunting di Jombang menurun. Kepala Dinas Kesehatan Jombang, drg Budi Nugroho mengatakan, bahwa untuk menurunkan kasus stunting di Jombang ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan. "Karena kita memang dengan konsep penthahelix ini supaya semua terlibat, semua memahami kondisi permasalahan seperti apa, sehingga masing-masing yang bertanggungjawab terkait indikator penyebab stunting bisa berkontribusi maksimal untuk penurunan stunting," katanya, usai sambutan, Selasa (21/9/2021). Budi mengungkapkan, jumlah stunting di Kabupaten Jombang cukup tinggi, yakni 13,1 persen. Meskipun nasional tidak boleh lebih dari 14 persen. Sehingga ini perlu mendapat perhatian serius karena menyangkut investasi SDM. "Action plan yang harus kita lakukan dengan melibatkan semua stakeholder. Dan kesiapan pra nikah bukan persoalan sepele, itu sangat serius. Karena menyiapkan generasi penerus harus dengan sungguh-sungguh," ungkapnya. Dampak pandemi Covid-19, Budi menjelaskan, di bulan Februari angka stunting mulai kelihatan. Karena otomatis secara perekonomian terganggu. Makanya intervensi pemerintah dengan bantuan sosial juga dalam rangka melindungi. "Karena akses kesehatan juga terganggu. Di posyandu pasti terganggu dengan pantauan berkalanya. Meski bisa dilakukan secara online, namun itu menjadi salah satu hambatan," jelasnya. Stunting yang paling tingi, papar Budi, dari 11 Desa Lokus Stunting, tertinggi yakni Desa Murukan, Kecamatan Mojoagung yang mencapai 41 persen dari jumlah balita dan dari latarbelakang yang beragam. "Pemenuhan gizi adalah kebutuhan utama dan harus terpenuhi dulu. Makanya sejak awal, pemberian tablet tambah darah pada usia remaja untuk menurunkan anemia, untuk menyiaokan kehamilan, ini unsur gizi harus terpenuhi," paparnya. Jadi ada 30 persen intervensi di gizinya itu sangat penting. Makanya, catatan kekurangan energi kronis itu juga sebagai penyebab terjadinya stunting. "Langkah riil dari rembuk ini, secara analisa jelas intervensi dari gizi dan pengasuh. Disamping persiapan sebelum nikah. Ini nanti akan memetakan apa yang menjadi 11 desa lokus tadi supaya berdampak lebih cepat penanganannya," ujarnya. Penanganannya, selain gizi, dari desa itu remaja juga harus dikerjakan. Di kader KB juga ada kelas-kelas baik pra nikah maupun parenting yang sudah berkeluarga. Jadi komprehensif nantinya. "Jadi tidak bisa parsial. Makanya dengan rembuk ini masing-masing menyadari posisinya dengan berkontribusi secara maksimal untuk penanganan. Karena penyebab stunting tidak hanya satu, sehingga harus terpadu," pungkasnya. Hadir dalam acara tersebut yakni dari Perwakilan Unicef Surabaya, Rektor Unusa, Bappeda dan Dinkes Propinsi Jatim, Kepala OPD terkait lingkup Pemkab Jombang, Camat, kepala Puskesmas, Ketua PWI Jombang. (yus)
Sumber: