KPK Ingatkan Kepala Daerah se-Provinsi Jatim Jauhi Korupsi
Jakarta, memorandum.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan 39 kepala daerah beserta jajarannya se-Provinsi Jawa Timur (Jatim) untuk menjauhi korupsi. Penegasan ini disampaikan Direktur Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah III KPK Bahtiar Ujang Purnama dalam rapat koordinasi secara daring, Rabu (2/9/2021). “Sejak 2014 sampai hari ini sudah 16 kepala daerah Jatim terjaring OTT KPK. Saya minta stop di angka 16," tegas Bahtiar Ujang Purnama. Ia mengingatkan, saat ingin berbuat korupsi, bapak/ibu bayangkan rasanya pakai rompi oranye KPK. "Dilihat seluruh keluarga besar dan masyarakat yang memberi amanah untuk memimpin,” tegas pejabat KPK yang akrab disapa Bahtiar. Dalam kurun waktu Mei hingga Agustus tahun 2021 ini, sambung Bahtiar, sudah 2 kepala daerah di Jatim yang tersangkut tindak pidana korupsi (tipikor) terkait kasus dugaan suap pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Probolinggo. “Oligarki ini memang ada indikasi semacam pengamanan potensi-potensi permasalahan yang sebelumnya. Tapi saya katakan itu tidak salah, kalau proses dilalui dengan benar, orangnya berkualitas dan tidak melakukan penyimpangan,” tambah Bahtiar. Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang hadir dalam rapat meminta kepala daerah untuk memperhatikan warning dari KPK. Berbagai ikhtiar untuk melakukan upaya-upaya peningkatan good governance dan clean government, sudah dilakukan. Namun, dia juga menyadari masih banyak yang harus dibenahi. “Pertemuan seperti ini menjadi bagian yang penting untuk bersama-sama membangun komitmen stop di angka 16. Ini harus menjadi password dan pesan yang kuat untuk kita semua. Hal-hal terkait manajemen ASN, gratifikasi dan gaya hidup merupakan hal-hal yang harus kita lakukan penguatan. Mudah-mudahan menjadi komitmen kita yang makin kuat untuk menjalankan amanah yang lebih baik,” ujar Khofifah. KPK menegaskan bahwa setiap area intervensi dalam Monitoring Centre for Prevention (MCP) itu ada tujuannya. KPK berharap implementasinya selaras dengan skor. Khusus Jatim, kata Bahtiar, permasalahannya masih terkait manajemen ASN dan pengadaan barang jasa. Selain itu, hubungan afiliasi menurutnya sangat kuat di Jawa Timur. Hal ini, lanjutnya, dibuktikan dari masih banyaknya pengaduan masyarakat yang KPK terima. Sedangkan, Ketua Satuan Tugas Korsup Wilayah III KPK Edi Suryanto meminta agar kasus yang menimpa kedua bupati tersebut menjadi bahan introspeksi. “Bagaimana mau memperhatikan kinerja dan penyerapan anggaran kalau kepala daerahnya sibuk munguti “jatah preman" untuk isi jabatan bahkan hingga level kepala desa? Lalu, apabila si kepala desa terpilih dari hasil suap, apa bisa menjamin dapat bekerja dengan baik alih-alih mencari pengembalian modal untuk posisinya? Terus seperti itu,” ujar Edi. Wali Kota Malang Sutiaji yang turut hadir menyampaikan usulan level eselonisasi untuk Inspektur agar setara dengan sekretaris daerah yaitu 2A, tidak seperti sekarang 2B. Sehingga, harapnya, Inspektur akan memiliki keberanian lebih dalam melakukan pengawasan. Hal ini, katanya, juga sudah pernah diutarakan kepada Kemendagri dan Kemenpan RB RI. Di akhir rakor, KPK sepakat perlunya penguatan Inspektur dalam upaya implementasi program pencegahan korupsi mengingat tugas dan wewenangnya sebagai pintu gerbang pertama dalam melakukan pengawasan. Namun, KPK juga mengingatkan bahwa kekuatan Inspektur hanya salah satu faktor. “Jangan Inspektur berpikir eselon rendah lantas mengesampingkan komitmen. Sekarang, kami minta bapak-ibu berdayakan inspektur sekuat-kuatnya. Kira-kira kapabel tidak? Dukung dengan regulasi yang kuat. Kedua, bapak-ibu juga dapat melibatkan kejaksaan dan kepolisian untuk melakukan inspeksi atau reviu terhadap OPD,” pungkas Bahtiar. (day)
Sumber: