Kriminalitas Anak di Bawah Umur, Siapa yang Salah?
Lumajang, memorandum.co.id - Banyak kejadian kriminalitas yang dilakukan anak di bawah umur. Tentu menjadi suatu pertanyaan besar siapa yang harus disalahkan. Seperti kejadian yang baru-baru ini terjadi. Kasus pembunuhan di Pasar Hewan Jogotrunan yang dilakukan oleh beberapa pelajar SMP dan SMU terhadap temannya sendiri yang juga masih berstatus pelajar Hal ini dinilai miris oleh sebagian besar masyarakat., Mereka sebagai generasi penerus bangsa sudah melakukan tindakan yang bisa dikategorikan sangat sadis. Apalagi dilakukan terhadap kawan bermainnya sendiri. Tapi kekecewaan masyarakat semakin bertambah manakala mengetahui hukum yang akan dijatuhkan ke.mereka terganjal oleh hukum perlindungan anak. Hukum tersebut tidak bisa ditetapkan secara maksimal karena pelaku masih dibawah umur. Bercermin pada masalah tersebut dosen Fakultas Hukum Universitas Lumajang Dr Ratnaningsih menjelaskan, berkaitan dengan anak yg berkonflik dengan hukum memang penyelesaian kasusnya berdasarkan UU no 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Terkait kasus tersebut pelaku masih berusia 14,15,17 tentu masih berada di bawah lingkup UU SPPA. Untuk beberapa kasus anak yang berkonflik dengan hukum ada yang penyelesaian perkara pidana dilakukan di luar pengadilan melalui diversi dengan berpedoman pada keadilan restoratif. “Berpedoman pada keadilan restoratif maksudnya penyelesaian kasusnya melibatkan musyawarah antara pelaku, korban, keluarga korban tentunya didampingi oleh hakim. Tetapi ini hanya berlaku utk kasus kejahatan anak yang ringan yaitu ancaman hukumannya di bawah 7 tahun dan kejahatan yg dilakukan bukan suatu pengulangan pasal 7 ayat ( 2 ) UUSPPA," jelasnya Berkaitan kasus yg dilakukan anak anak termasuk kejahatan dengan pemberatan karena sudah direncanakan seperti kasus perampasan dengan pembunuhan yang terjadi di pasar Hewan tersebut, tetap mengacu pada hukum yang berlaku meski ada pengurangan masa hukuman. Untuk ancaman pidana anak ini tidak sama dengan orang dewasa, misal kalo kejahatan berencana orang dewasa ancaman hukumannya 15 atau 20 tahun atau hukuman mati atau seumur hidup. "Maka terhadap kasus anak ini berbeda ada pengurangan misalnya 8 tahun mengapa demikian, karena di dalam UU Perlindungan Anak UU no 35 tahun 2014 jo UU No. 17 Tahun 2016 bahwa pemidanaan ini bukan dimaksudkan untuk balas dendam," ujar dia. Karena dalam UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 jo UU No. 35 tahun 2014 jo UU No. 17 Tahun 2016, ada beberapa pertimbangan hukum terhadap pelaku kejahatan yang masih dibawah umur, yang pertama karena pelaku belum matang secara psikologis, yang kedua diharapakan setelah menjalani pemidanaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak pelaku yang masih berusia dibawah 18 tahun bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Terkait dengan banyaknya kejahatan yang dilakukan oleh anak anak tentang siapa yang harus dipersalahkan. Menurut Ratna hal itu hendaknya bukan suatu yang layak untuk diperdebatkan. Ia mengimbau sebagai upaya antisipasi dini agar anak anak tidak salah memilih pergaulan sehingga berpotensi melakukan tindak pidana kriminalitas. Bahkan sampai berani melakukan pembunuhan tentunya pengawasan orang tua menjadi sesuatu yang mutlak dilakukan pada anak anak. Karena hal itu dinilai bisa menjadi upaya pencegahan dini agar anak tidak salah bergaul. “Bekali anak dengan pendidikan akhlak dan Budi Pekerti, Awasi Pergaulan anak pastikan anak anak kita tidak salah memilih teman serta tingkatkan perhatian pada anak jangan didik anak dengan kekerasan “ imbuhnya (ani)
Sumber: