Istriku Pertanda Akhir Zaman (2)
Minta Izin Kembali Manggung
Dua anak, semuanya perempuan, semakin menambah kebahagiaan rumah tangga Ahmad dan Nia. Namun, nasib baik tidak selalu berpihak kepada mereka. Suatu hari Ahmad tertimpa musibah. Terserang stroke pada usia muda. Pembuluh darah di batang otaknya pecah. Dia harus menjalani rawat inap lebih dari sebulan di rumah sakit. Setelah itu Ahmad diperkenankan menjalani rawat jalan. Tidak seperti dulu, kini banyak yang berubah pada Ahmad. Dia tidak lagi bisa beraktivitas secara normal, melainkan harus di atas kursi roda. “Ada lagi yang mengganggu. Saya tidak bisa berbicara dengan jelas. Cadel,” kata Ahmad, yang bicaranya memang terdengar tidak jelas dan sangat berat. Bibir dan perputaran pikirannya tidak klop. Ada salah satu yang tertinggal. Kalau bicara seperti orang gugup. Hanya dua bulan pascakeluar dari rumah sakit, Ahmad di-PHK dari perusahaan. Beruntung dia memiliki tabungan yang lumayan besar. Ditambah pesangon dari tempat kerjanya, Ahmad sanggup membuka usaha semacam minimarket. Hasilnya memang tidak besar, tapi masih mencukupi untuk kenutupi kebutuhan hidup secara sederhana. Itu berlagsung hingga berbulan-bulan. “Tampaknya istri saya prihatin melihat saya,” kata Ahmad. Nia minta izin untuk diperbolehkan lagi menyanyi. Alasannya cukup masuk akal: agar bisa membantu ekonomi keluarga. Anak-anak mereka yang semakin besar membutuhkan banyak biaya. Ahmad tidak setuju. Dengan alasan Nia sudah tidak muda lagi, Ahmad melarang Nia kembali menyanyi dari panggung ke panggung. Nia ngotot. Dia nekat ingin mencoba dulu. Kalau memang penonton sudah tidak dapat menerimanya, dia akan dengan suka rela mundur. “Tapi harus kucoba dulu,” kata Ahmad menirukan ucapan Nia. Terjadi ketegangan. Ahmad mengaku sebenarnya melarang Nia kembali manggung lantaran malu dinilai para tetangga sebagai lelaki lemah yang hidup di ketiak istri. Ia juga merasa hasil dari minimarket-nya toh masih mancukupi untuk sekadar hidup sederhana. Ternyata tekad Nia sudah bulat: ingin mencoba. Kalau sampai dua-tiga kali nyanyi dan memang tidak ada tanggapan positif dari penonton, dia pasti mundur. Pasti. Nia berjanji. Ahmad pun pasrah. Dia membiarkan istrinya manggung kembali, walau tidak memberi restu. Setiap dipamiti Nia berangkat ngamen, Ahmad hanya diam. Tidak mengizinkan atau melarang. Diam saja dan mengalihkan pandangan. Ahmad yakin dengan usianya yang di atas 30 tahun, Nia tidak lagi dikehendaki penonton. Jadi, kata hatinya, biar saja Nia mencobanya dan menerima kenyataan bahwa masyarakat sudah menolaknya. Ketika Nia suatu hari pamit manggung di kawasan Surabaya Barat, diam-diam Ahmad mengikutinya dan membaur dengan penonton. Ahmad ingin membuktikan bahwa Nia benar-benar sudah tidak layak manggung. (jos, bersambung)Sumber: