Sprei Bebercak Darah Jadi Saksi Bisu Hilangnya Mahkota

Sprei Bebercak Darah Jadi Saksi Bisu Hilangnya Mahkota

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Plas! Risa (23, bukan nama sebenarnya) merasa seperti tidak menginjak tanah. Tubuhnya melayang-layang. Enteng. Hatinya berbunga-bunga saat ditunjuki sebuah rumah baru di kompleks perumahan kawasan Sukodono, Sidoarjo. Tidak terlalu besar, tapi cukup untuk bakal keluarga seperti dia dan calon suami, sebut saja Nanang (30). Saat itu Risa diajak berkeliling Nanang, lelaki yang baru dia kenal via Facebook (FB), enam bulan sebelumnya. Nanang sengaja mengajak keliling Risa dan ingin pamer kekayaan sebelum resmi meminang gadis Benowo tersebut. Tidak hanya rumah, Nanang menunjukkan motor Honda CBR150R-nya keluaran terbaru. Dia menjemput karyawati minimarket ternama itu di bibir gang rumahnya sejak pagi. Puas berkeliling kota, Nanang tak segera memulangkan Risa. Gadis komes membahana itu dibablaskan ke kawasan wisata pendidikan Kebun Raya Puwodadi, lanjut ke Batu. Nanang juga membujuk Risa agar mau bermalam di sebuah vila. Alasannya, terlalu malam bila memaksakan diri pulang. Selain itu, Nanang mengaku amat lelah. Dia khawatir terjadi sesuatu di jalan. Risa dibelokkan ke perkampungan yang banyak menyediakan persewaan vila. Waktu sudah pukul 20.00 ketika mereka sampai di daerah dingin tersebut. Di situlah terjadi peristiwa yang tidak bakal bisa dilupakan Risa. Waktu itu Nanang memperlakukannya sangat romantis. Risa dipesankan makanan dan minuman istimewa. Sehabis makan malam, Risa dituntun ke bagian belakang vila, ditunjuki dan diajak berendam di kolam air hangat. Wow… terasa di surga. Alunan musik klasik membawa mereka seolah berada di Eropa zaman Renaisance dengan segala peradaban elitenya. Risa diperlakukan terhormat layaknya ratu kerajaan. Tidak terasa, malam yang penuh keindahan tersebut berlalu begitu cepat, secepat hilangnya kehormatan Risa.  Perempuan ini baru menyadari mahkotanya raib saat semuanya sudah berakhir. Ketika dipandangi darah kesuciannya membercak di sprei pink tempat mereka tidur malam itu. Diiringi lelehan air mata, Risa melipat sprei bebercak darah itu. Dibawa pulang dan disimpan sebagai saksi bisu hilangnya kesucian. Risa sempat menyesal, tapi penyesalan itu sudah terlambat. Ternyata tidak hanya malam itu Nanang mengajak Risa menikmati keindahan surgawi. Pada hari-hari berikutnya intensitas hubungan mereka semakin rapat. Padat. Tidak ada waktu luang berlalu dengan percuma. Baru dua bulan, Risa sudah terlambat menstruasi. Sebenarnya sejak di Batu Risa sudah berusaha menolak ajakan Nanang untuk berhubungan intim. Alasan Risa sederhana, belum saatnya. Tapi, Nanang tanpa kenal lelah terus merayu. Rayuan yang paling melemahkan pertahanan Risa adalah janji Nanang, “Apakah engkau tidak mencintai aku? Nanti kalau sampai terjadi sesuatu, aku pasti bertanggung jawab menikahimu.” Dengan hati berdebar Risa pun mencoba mengetes kehamilannya dengan test pack. Positif! Secepatnya dia ingin mengabarkan hal itu kepada Nanang. Tidak via telepon, tapi secara langsung. Ini adalah berita besar. Risa ingin menikmati kegembiraan itu bersama orang yang dikasihinya. (bersambung)  

Sumber: