Wali Kota Perempuan (Lagi), Mengapa Tidak?

Wali Kota Perempuan (Lagi), Mengapa Tidak?

Oleh: Arief Sosiawan Pemimpin Redaksi Kendati pemilihan wali Kota Surabaya masih lama, kira-kira 14 bulan lagi, tepatnya September 2020, sudah banyak warga yang membicarakan sosok wali Kota Surabaya untuk periode 2020-2025; menggantikan Tri Rismaharini yang sukses mengelola pemerintahan di kota ini selama dua periode. Wajar bila pembicaraan soal ini mencuat. Ibarat perempuan, Surabaya yang sudah berusia 726 tahun sangat layak jadi rebutan. Kematangan dan keelokan wajah metropolitan ini memiliki daya tarik bagi siapa pun yang ingin memetiknya. Daya tarik itu tebersit dari seluruh aspek yang ada. Memiliki anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Rp 7,2 triliun menjadikan ngiler para politisi pemburu jabatan. Membuat para pialang politik bergerilya menyodorkan nama kandidat-kandidat wali kota yang menurut mereka tepat untuk dipilih. Yang si A-lah. Yang si B-lah. Bahkan, mereka tidak malu-malu menyebut nama tokoh-tokoh yang dianggap mampu meningkatkan kemajuan kota ini meski belum teruji kredibilitasnya. Aspek lain yang juga jadi daya pikat kota ini adalah ia memiliki tata kota yang istimewa. Buktinya, berkali-kali wilayah dengan sebutan Kota Pahlawan ini merebut penghargaan Adipura. Itu artinya kota ini memiliki nilai investasi yang tinggi untuk mendatangkan investor kelas dunia. Aspek keamanan dan kenyamanannya juga tidak diragukan lagi. Meski sempat digoyang teror bom, tahun lalu, fakta itu tidak menyurutkan nyali warga kota ini terus bergeliat menjadikan kota ini sebagai jujugan turis. Baik asing maupun lokal. Tentu ini menjadi modal kuat untuk memperoleh kepercayaan dunia internasional. Begitu pula sisi kehidupan politik dan pemerintahan, Surabaya dengan budaya arek dengan ciri khas warga berwatak keras, cukup disebut tenang dan tenteram ketika pilkada (pemilihan kepala daerah) serentak digelar tahun ini. Tak ada gesekan antarwarga, antaretnis, antarkelompok. Semuanya aman terkendali. Delapan enam. Membuat aparat keamanan dan kepolisian tersenyum bangga. Dengan berbagai aspek sukses itu, siapa pun akan tergiur untuk merengkuh jabatan wali Kota Surabaya. Kalau perlu, dengan segala cara. Membeli suara tidak jadi masalah, kendati itu sangat tidak murah. Karena perbandingannya, jika sudah sukses merebut posisi wali kota, modal perjuangannya dipastikan akan balik. Bahkan bisa melebihi modal. Lantas, siapa yang pantas memenangkan kontestasi pilwali (pemilihan wali kota) 2020? Masih terlalu dini untuk menyebut nama seseorang. Karena itu, siapa pun yang ingin maju untuk berkontestasi, sebaiknya menahan diri dulu menunggu kriteria apa yang diinginkan masyarakat. Sebab, kini warga sudah semakin pandai dalam menyikapi persoalan politik sekelas pilwali. Pun warga sudah mulai mengerti memilih wali kota dari sosok perempuan seperti Wali Kota Tri Rismaharini, lebih relevan dan bisa menikmati hasil pembangunan karena sudah mampu membuktikan sukses memimpin kota sebesar Surabaya dengan sentuhan hati seorang ibu. Bisa dicermati pula fakta bahwa kini Jawa Timur pun dipimpin seorang perempuan. Jadi, bisa dibayangkan, klop sudah kalau Surabaya kembali dipimpin seorang perempuan agar bergandeng tangan dengan seorang gubernur perempuan. Karena, sisi keibuan akan lebih mewarnai dalam mengelola Kota Surabaya maupun Provinsi Jawa Timur untuk Indonesia lebih maju.(*)  

Sumber: