Perkawinan Dini yang Menyakitkan (2-habis)
Diancam Bunuh bila Bawa Kabur
Nano yang sebelumnya hanya diam membuka suara. Dia mengaku sudah berusaha meyakinkan orang tua Dini untuk bertanggung jawab penuh. Artinya menikahi dan membina rumah tangga bersama Dini. Dengan tegas Hari menolak. Alasannya, dari mana Nano yang baru lulus SMA mendapat uang untuk membiayai keluarga? Berapa gaji seorang pemuda yang hanya lulus SMA pada zaman ini? Nano tak berkutik dan terus berupaya meyakinkan Hari dengan janji akan bekerja apa saja asal halal untuk menghidupi Dini dan anaknya. “Mau kamu kasih makan anak-istrimu kerikil dan air comberan?” kata Nano menirukan kata-kata Hari yang menyakitkan. Nano bahkan didorong-dorong keluar dari ruang tamu rumah Hari yang megah bak istana para sultan. “Aku tidak mau tahu, kamu harus menghilang dari kehidupan kami bersama anak hasil karyamu itu,” imbuh Nano menirukan Hari. Nano menggeram. Mengekspresikan sakit hatinya kepada orang tua Dini. Namun, rupanya dia sadar apa pun yang dia perjuangkan untuk bersama Dini pasti tidak disetujui keluarga gadis tersebut. “Aku juga pernah berusaha membawa kabur Dini. Kami pergi dan tinggal di rumah Nenek di lereng Argopuro. Entah dapat informasi dari mana, suatu hari Pak Hari dengan beberapa orang menjemput paksa Dini,” kata Nano. Tidak hanya merebut Dini dari pelukan Nano, orang-orang yang bersama Hari juga menghajar dan mengancam Nano agar tidak mengulangi perbuatan serupa bawa kabur Dini. “Kalau nekat, aku tidak hanya dihajar, tapi akan dibunuh,” kata Nano, yang lantas melirik ayahnya. Bakir tersenyum kecut dan njundu kepala Nano. Kata Bakir, bulan lalu anak Nano dan Dini lahir. Nano dan ayahnya dipanggil ke rumah. Bapak-anak ini bergegas ke rumah Hari. Mereka berharap bertemu Dini dan anaknya. Tapi apa yang terjadi? Bakir dan Nano hanya ditemui Hari. Tidak ada Dini. Apalagi anaknya. “Kami disodori beberapa lembar kertas. Disuruh bawa dan baca di rumah, setelah itu ditandatangi untuk mengambil Lani minggu depannya. Saat itu katanya Dini dan Lani masih di rumah sakit,” kata Bakir. Dengan kecewa Bakir dan Nano pulang. Seminggu kemudian mereka balik lagi untuk mengambil Lani. Saat itulah, sambil menyerahkan Lani yang terbungkus kain selimut putih, Hari menyerahkan pula surat panggilan sidang gugatan cerai untuk Nano. “Karena itulah kami sekarang berada di sini,” kata Bakir. Suaranya parau. Nano melirik ayahnya, kemudian merangkul pundak lelaki paruh baya itu. “Bagaimana kondisi Lani?” tanya Memorandum. “Alhamdulillah baik-baik saja. Sehat dan montok,” kata Nano. “Juga cantik kayak mamanya,” imbuh pemuda tersebut. (jos, habis)Sumber: