Langit Hitam Majapahit – Menuju Kotaraja (4)

Langit Hitam Majapahit – Menuju Kotaraja (4)

Sementara bibi Bondan, Nyi Retna, sedang dalam lawatan ke daerah utara untuk sebuah urusan. Menurut Sela Anggara, ibunya akan tiba esok pagi. Bondan yang ingin sekali bertemu dengan bibinya agaknya harus menahan diri lebih lama untuk dapat melepas rasa rindu kepada kakak dari ayahnya. Ketika malam telah menginjak bagian pertengahan, Bondan memasuki bilik yang disediakan khusus untuknya.  Ia mencoba menerka arah perjalanan Prana Sampar berdasarkan keterangan Gumilang. “Mungkin aku memang harus bertanya pada paman Benawa. Baiklah, aku akan mengajak serta Gumilang untuk urusan ini,” bisiknya dalam hati. Dan memang Bondan melakukan rencananya bersama Gumilang. Mereka berdua menghabiskan waktu di pagi hari dengan mencari keterangan di rumah Ken Banawa, seorang senapati yang merupakan orang kepercayaan bibinya, Retna Ayu Indrawati. “Memang ada rencana dari kami, terutama prajurit yang bertanggung jawab atas keselamatan para pejabat, untuk melakukan pengejaran. Kami telah mematangkan rencana itu.” Tegas Ken Banawa menjawab pertanyaan Bondan. “Saya ingin turut serta dalam pengejaran itu, Paman.” Bondan menyatakan keinginan dengan wajah lekat melihat ke bawah. “Aku tidak dapat memberi persetujuan, Bondan. Aku tidak sedang berada dalam kedudukan untuk memberi keputusan. Tetapi aku dapat memberimu ruang untuk bergerak jika kau inginkan. Satu hal yang semestinya kamu ketahui, anak muda, meski aku yakin Resi Gajahyana telah memercayai kemampuanmu tetapi aku tidak dapat melewati kehendak bibimu.” “Baiklah, saya akan mengatakan ini pada bibi.” Setiba di rumah, dua lelaki muda ini segera mengungkap rencana pada Nyi Retna Ayu Indrawati. Sekali-kali Nyi Retna mengerutkan keningnya lalu ia menyatakan keberatan jika keponakannya ini harus menempuh bahaya untuk menangkap Prana Sampar. Masih terlihat kelelahan di banyak bagian wajahnya, namun kedatangan Bondan telah menjadi udara ajaib yang tiba-tiba membuatnya merasa bugar kembali.  Saat itu Bondan berkata tentang banyak hal di Pajang dan kejadian yang ia temui selama perjalanan menuju kotaraja. Ketika ia tiba di bagian perkelahian yang melibatkan prajurit Majapahit, Bondan menurunkan suaranya. Sebagai seorang yang belum banyak pengalaman, Bondan tahu diri, ia memberitahukan temuannya di rumah Rukmasara. “Apakah engkau yakin jika itu adalah senjata yang sama dengan yang kau lihat di Watu Kenongo?” “Saya mempunyai keyakinan yang kuat, Bibi.” “Tetapi senjata itu telah kalian cabut dari dinding. Dan itu akan menjadi penghalang gerakmu apabila kau laporkan pada prajurit. Bukan tidak mungkin, tuduhan akan beralih padamu karena engkau tidak mempunyai saksi. Menjadi saksi kematian prajurit yang terbunuh dan temuan senjata justru akan menjeratmu ke persoalan yang sulit terurai.” “Saya perhatikan itu, Bibi!” Kata Bondan menanggapi pendapat bibinya. “Bondan, pada dasarnya aku tidak ingin melihatmu pergi dalam waktu dekat ini. Tidakkah kau pahami perasaan bibi saat melihatmu pagi ini? Aku tengah menyaksikan darah daging kakakku seperti aku melihat ayahmu, Bondan. Perasaan itu memenuhi dadaku. Pikiranku tercurah padamu ketika aku melihatmu. Apalagi sekarang ini, kau sedang duduk berhadapan denganku. Dan belum usai kemenyan dibakar, kau akan meninggalkan seorang wanita tua yang merindukan kakaknya.” “Tidak, eh bukan begitu maksud saya! Bibi, saya tidak ingin menjadikan Anda gelisah atau marah. Tetapi untuk sekali ini berilah restu. Saya ingin menuntaskan rasa ingin tahu yang masih menggelitik sampai sekarang," Bondan berucap lirih, "Dan tubuh prajurit yang terbunuh masih membayang di dalam pikiran saya. Beri saya kelonggaran agar dapat menebus rasa bersalah ini, Bibi!” “Aku tidak ingin melihatmu pergi saat ini, Bondan. Biarkan aku merasa gembira dan bahagia dengan melihatmu seperti kau dalam pandanganku sekarang. Tidakkah kau merasa ingin menemani kakak ayahmu ini sehari atau dua hari saja?” “Lalu, setelah itu, apakah saya akan mendapat perkenan untuk melakukan pengejaran?” “Pengejaran adalah pekerjaan para prajurit. Katakan sebagai penebusan, maka aku akan memberimu perkenan!” “Baiklah, saya akan menebus kesalahan dengan membantu para prajurit.” “Itu terdengar lebih baik!” Pembicaraan mereka pun beralih ketika Nyi Retna menanyakan keadaan Resi Gajahyana, Bhre Pajang dan banyak hal lainnya. Mendadak Bondan merasakan keanehan ketika satu ingatan menyeruak memasuki hatinya. Sedikit lebih kencang jantungnya menggelepar, ia tidak berharap bibinya akan bertanya tentang satu keadaan yang masih dirasakan olehnya sebagai sebuah ganjalan. “Dua hari, aku akan memberikan dharma bhakti padamu, Bibi.” Suara hati Bondan menerbitkan tekad untuk melayani dan menemani Nyi Retna sambil menunggu kabar dari Ken Banawa. Sementara waktu itu,  Sela Anggara minta diri untuk melanjutkan pekerjaan yang lain, begitu pula Gumilang yang menyusul kakaknya meninggalkan ruangan. (bersambung) [penci_related_posts dis_pview="no" dis_pdate="no" title="Baca Juga" background="" border="" thumbright="no" number="8" style="list" align="left" withids="112712, 112894, 113534, 113738, 114210, 114613, 114659" displayby="recent_posts" orderby="title"]              

Sumber: