Politisasi Kerumunan

Politisasi Kerumunan

  Kabar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kota Surabaya Adi Sutarwijono terjangkit corona virus (Covid-19) mencuat akhir pekan ini. Mirisnya lagi, bukan hanya dia yang positif. Beberapa rekan sejawat (anggota DPRD Surabaya dari partai lain) dan teman separtainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), juga diberitakan positif terpapar virus mematikan yang sejak 2019 ngetren jadi problem dunia itu. Kabar lain yang tak kalah ngetren pada pekan ini adalah kerumunan di semua gerai makanan cepat saji ternama, Mc Donald. Kabar ini dibicarakan masyarakat Indonesia secara luas dan dinilai membahayakan jiwa masyarakat luas. Alhasil, kejadian itu memaksa aparat kepolisian menutup semua gerai Mc Donald. Sebelum kedua kejadian itu, ada juga yang membuat masyarakat berdecak dan gusar. Yaitu, maraknya warga Madura terjangkit Covid-19 hingga kepala Kepolisian Republik Indonesia (kapolri) harus hadir di tengah-tengah warga Pulau Garam tersebut. Tak hanya itu, kejadian di Madura membuat petugas kesehatan dan satgas Covid-19, baik Provinsi Jawa Timur maupun Kota Surabaya dan semua kabupaten di pulau itu, kalang kabut menangani. Kejadian demi kejadian itu tentu menuai pertanyaan mendasar. Pertama, kok ketua DPRD Kota Surabaya dan beberapa anggota DPRD lain terpapar Covid-19? Apa mereka tidak menjalankan protokol kesehatan saat menjalani aktivitasnya sebagai wakil rakyat? Pun juga, bukankah mereka sudah menjalani vaksinasi? Kedua, apa penyebab mereka terpapar corona? Apa karena mereka selalu berkerumun ketika menjalani aktivitas sebagai anggota DPRD? Atau ada penyebab lain setelah sebelumnya dikabarkan mereka baru saja pulang dari makam Bung Karno dalam acara memperingati kelahiran Bung Karno? Ketiga, mengapa aparat kepolisian menutup gerai Mc Donald dan gerai itu “dihukum” denda sejumlah uang? Apakah kerumunan itu benar-benar menjadi penyebab? Keempat, mengapa banyak warga Madura terpapar Covid-19 hingga harus ditangani serius? Apakah selama ini warga Madura tidak patuh terhadap protokol kesehatan (prokes) yang dikampanyekan pemerintah? Nah, dari berbagai pertanyaan itu ada benang merah yang dapat ditarik menjadi kesimpulan. Pertama, Covid-19 itu memang ada dan terus meneror kehidupan manusia di muka bumi ini meski vaksin telah ditemukan. Kedua, kerumunan orang menjadi pemicu terpaparnya Covid-19 layak dibenarkan. Ketiga, mulai lemahnya kedisiplinan warga, termasuk anggota DPRD Kota Surabaya, hingga kini ada yang menyebut muncul klaster DPRD Surabaya. Jadi teringat kasusnya Habib Riziq Shihab, sosok yang akhirnya harus mendekam di bui karena dijatuhi pasal pelanggaran setelah acara pernikahan putrinya dikerumuni masyarakat pendukungnya. Juga, jadi teringat kasus dilaporkannya Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ke Polda Jawa Timur atas dugaan kerumunan di Grahadi saat gubernur wanita pertama di Jawa Timur itu berulang tahun.(*)

Sumber: