Aslimas Tolak Tanaman Sawit di Malang Selatan

Aslimas Tolak Tanaman Sawit di Malang Selatan

Malang, Memorandum.co.id - Sejumlah aktifis lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Lingkungan Malang Selatan (Aslimas), mendatangi kantor DPRD Kabupaten Malang, Kamis (10/6/2021). Mereka mengajak anggota DPRD berperan aktif menjaga lingkungan di Malang Selatan agar tidak rusak. “Jika sampai terjadi penanaman sawit di Malang selatan resikonya sangat besar untuk waktu kedepan,” terang Jubir Aslimas, Atha Nursyamsi usai bertemu Komisi 1 DPRD Kabupaten Malang, Kamis (10/6/2021). Aslimas pada dasarnya menolak rencana Bupati Malang HM Sanusi untuk mengembangkan budidaya sawit di wilayah Malang Selatan. Dikhawatirkan dapat berisiko terhadap kelangsungan lingkungan hidup. "Apalagi informasinya, rencananya akan mengembangkan pada lahan seluas 60 ribu hektare serta ditambah rencana pendirian pabrik biofuel di Kabupaten Malang oleh Pemerintah Pusat. Sebetulnya Malang Selatan sudah pernah jadi percontohan budidaya sawit oleh pihak swasta akan tetapi gagal karena hasilnya sangat minim,” kata Atha. Produksi sawit Malang selatan, lanjut Atha, tidak sebanding dengan produktifitas tanaman semusim lainya, seperti pisang, tebu kelapa dan tanaman buah lainnya. ”Pemkab Malang untuk menanam sawit di selatan itu merupakan kesalahan fatal sudah merusak ekosistem serta membuka kerentanan bencana alam,” ujarnya. Terpisah, anggota Komisi 1 DPRD Kabupaten Malang Unggul Nugroho setelah menerima pengaduan Aslimas mengutarakan kalau yang disampaikan tadi saat audiensi, kerusakan yang diakibatkan sawit itu sangat banyak sekali. Intinya mereka meminta dengan sangat kepada Dewan untuk bisa membentengi Malang Selatan dari kerusaan yang diakibatkan adanya perkebunan sawit. “Kalau memang benar terjadi pembudidayaan tanaman sawit di selatan, kerusakan ekologi lingkungan jelas merusak ekosistem yang sudah ada,” jelasnya. Apalagi secara umum hasil yang diperoleh petani sawit masih lebih rendah jika dibandingkan dengan tanaman lainnya, tidak sebanding dengan biaya perawatan yang dibutuhkan tanaman sawit. “Saya belum tahu secara langsung tapi yang disampaikan harga sawit yang ada saat ini itu hanya dihargai Rp 900 per kilo, sementara setiap bulan hanya bisa menghasilkan 10 kilo,” ungkap Unggul. Hasil sawit tidak bisa dikelola oleh perseorangan, berbeda dengan kelapa. Kalau kelapa jika tidak dijual ke pabrik bisa diolah sendiri. Sedangkan sawit tetap harus dijual pada industri sehingga harga mengikuti, petani tidak bisa bermain pada harga atas hasil produktifitas sawitnya. Dari hasil audensi tersebut pihaknya akan segera melaporkan ke jajaran pimpinan DPRD, terutama adanya wacana terkait pergerakan tanaman sawit yang saat ini ada di sejumlah titik di Kabupaten Malang. (kid/ari/gus)

Sumber: