Berkedok Smartkos Tipu 11 Korban Miliaran
Surabaya, memorandum.co.id - Satreskrim Polrestabes Surabaya akhirnya menahan Direktur PT Indo Tata Graha (ITG) Dadang Hidayat (36), warga Aloha, Sidoarjo, atas kasus penipuan dan penggelapan uang miliaran dengan modus properti smartkos di daerah Mulyosari, Rabu (2/6/2021). Penetapan tersangka ini, setelah adanya seorang korban dari 11 pembeli yang berani melapor ke Polrestabes Surabaya. Korban yang melapor mengaku selama setahun tidak ada progres pembangunan Smartkos. Selain itu, setelah ditelusuri ternyata tanah yang hendak digunakan lahan kos tersebut, diketahui masih milik perorangan. Selain di Mulyosari, PT ITG yang dipimpin Dadang juga memiliki bisnis perumahan lain di daerah Juanda, Sidoarjo. Namun hingga kini belum terealisasi. Dadang berdalih bila tetap jalan, tapi hanya saja proses pembelian tanah tersebut terkendala, sehingga belum ada progres yang bagus. "Ada korban lain karena dari dokumen yang disita ada 11 pembeli. Jika ditafsir kerugian mencapai Rp 11 miliar. Namun, hingga saat ini masih satu orang yang melaporkan," kata Wasatreskrim Polrestabes Surabaya Kompol Ambuka Yudha. Ambuka menegaskan, dalam penyelidikan diketahui tanah yang ditawarkan ternyata milik perorangan, tersangka dijerat pasal penipuan dan penggelapan. Tanah tersebut belum dibeli olah tersangka atau perusahaan properti miliknya. "Ini yang membuat korban merasa tertipu dan melaporkan kepada kami," tegas Ambuka. Dalam pemeriksaan terhadap tersangka, diketahui perusahaannya bergerak di bidang properti devoloperpengembangan kawasan perumahan. Kemudian menawarkan kepada para pembeli penjualan bangunan dengan konsep Smartkos melalui media online sejak 2018. Bahkan, perusahaan Dadang ini juga ikut pameran untuk menggaet pembeli. Perusahaan properti ini juga menawarkan sejumlah keunggulan Smartkos agar korbannya tertarik, antara lain letaknya yang strategis dekat kampus, menyiapkan teknisi operator agar kos terisi penuh tanpa harus mencari orang yang hendak kos, konsep pembayaran syariah tanpa perbankan, dan menyediakan lahan parkir yang memadai. "Tapi kenyataannya setelah korban melakukan pelunasan uang pembayaran, ternyata perubahan tersangka belum menyelesaikan jual beli dengan pemilik tanah yang akan dijadikan smartkos," beber Ambuka. Ambuka menambahkan, satu korban yang melapor ini mengalami kerugian Rp 2,4 miliar, karena telah membeli dua unit rumah di Smartkos. Satu unit sudah dibayar lunas, sedangkan satu unit lagi dibayar bertahap. Korban percaya karena sempat ditunjukkan lokasi tanah yang hendak dibangun. "Lokasinya strategis dengan janji smartkos yang ditawarkan. Karena berada di dekat salah satu kampus di sana (Mulyosari)," katanya. Namun, satu tahun berselang tidak ada progres pembangunan, ditambah lagi ternyata korban mengetahui jika tanah tersebut bukan milik PT Indo Tata Graha. Di tempat yang sama, Kanitharda Satreskrim Polrestabes Surabaya Iptu Giadi Nugraha mengungkapkan, properti yang dilakukan perusahaan tersangka dipimpinnga juga tidak mempunyai surat izin bangunan (IMB). "Dalam proyek Smartkos perusahaan tersangka tidak terdapat IMB juga," kata Giadi. Untuk sementara korbannya satu orang dan tidak menutup kemungkinan bertambah jika ada korban lain yang melapor. Sementara itu, Dadang berkilah uang milik para korban sebagian digunakan untuk biaya pembebasan lahan, pembayaran pegurukan tanah, gaji karyawan, operasional proyek, biaya marketing plus fee marketing, termasuk pengurusan perizinan. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Dadang berkilah telah juga menjadi korban karena tanah yang dibeli sesuai perjanjian bayar termin bermasalah, sehingga. perbuatan sertifikat terkendala dan pemilik tanah menggugat. "Akibatnya proyek Smartkos tidak bisa membangun dan berjalan sesuai rencana. Uang milik pembeli juga masuk ke rekening perusahaan yang sebagian digunakan untuk operasional proyek," terang Dadang. (rio/fer)
Sumber: