Ragukan Akuntabilitas Hasil Seleksi PPDB SMA/SMK Jatim, Dewan Pendidikan: Kelemahan yang Terus Diulang
Surabaya, memorandum.co.id - Pelaksanaan pendaftaran peserta didik baru (PPDB) jenjang SMA/SMK di Jatim sebentar lagi akan berakhir, tepatnya Kamis (3/6/2021) besok di mana hasil jalur prestasi akademik SMK akan diumumkan. Sejumlah masyarakat menyatakan keraguan terhadap akuntabilitas hasil seleksi PPDB jenjang SMA/SMK yang tidak transparan, lantaran tidak melibatkan partisipasi publik. Menanggapi itu, anggota Dewan Pendidikan Jatim Isa Ansori mengatakan, bahwa masalah transparansi merupakan kelemahan yang terus-menerus terulang sejak awal penentuan sistem zonasi pada 2019. Isa menyebutkan, setidaknya ada tiga hal yang tidak transparan, tidak partisipatif dan pada akhirnya tidak akuntabel. Di antaranya pengumuman jalur prestasi lomba yang tidak transparan, nilai rerata calon peserta didik dan akreditasi sekolah tidak dibuka transparan, dan data lokasi rumah calon peserta didik yang diterima jalur zonasi tidak dibuka. "Peraturan zonasi ini sudah berlangsung tiga tahun. Kesalahannya masih sama diulang-ulang. Kesalahan tahun lalu, tahun ini tidak diantisipasi. Sehingga muncul kesan tidak transparan, dan masyarakat punya hak itu," ujarnya, Selasa (1/6/2021). Selain ketidaktransparanan tiga hal di atas, PPDB SMA/SMK Jatim 2021, ini juga bermasalah dalam penerapan instrumen dalam seleksi. Menurutnya, penggunaan rerata nilai rapor untuk jalur prestasi akademik tidak akurat, karena tidak ada standar dalam penilaian rapor peserta didik. Sebab, penilaian rapor dari satu sekolah ke sekolah lain, dari satu guru ke guru lain, tidak standar, bisa berbeda antarsatu dengan lainnya. Bila itu dijadikan acuan seleksi pada jalur prestasi akademik maka hak calon peserta didik berkompetisi dengan adil tidak terpenuhi. "Kalau ujian tidak ada, maka standar nilai tidak ada. Diambil dari rapor. Sehingga sekolah yang mencantumkan nilai apa adanya kalah dengan sekolah yang membantu siswa agar bisa masuk SMAN/SMKN dengan memberikan nilai baik. Yang apa adanya ini kan jadi sulit," terang Isa. Lantas, Isa menyarankan agar Dinas Pendidikan (Disdik) Jatim membuat standar konversi, seperti konversi nilai siswa dengan akreditasi sekolah untuk jalur prestasi akademik dan konversi nilai siswa dan jarak untuk jalur zonasi. "Contohnya, siswa dengan nilai 70 di sekolah dengan akreditasi A, setara dengan siswa dengan nilai 90 di sekolah dengan akreditasi di bawahnya. Kan kasihan siswa yang sekolahnya mencantumkan nilai dengan apa adanya sesuai instruksi pemerintah," paparnya. Terkait polemik itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim Wahid Wahyudi menjelaskan, bahwa pihaknya sudah melakukan upaya terbaik. “Kami sudah sering menjelaskan permasalahan ini baik di media massa ataupun sosial media. Kami berupaya yang terbaik,” ujar Wahid. Selain itu, Wahid juga menerangkan bahwa untuk perangkat lunak maupun keras yang digunakan untuk PPDB, baik web maupun alogaritmanya diserahkan kepada pihak yang kompeten untuk memaksimalkan hasil dan meminimalisir ketidakpuasaan aksesabilitas. (mg-1/fer)
Sumber: