Lotre Covid
Oleh : Dahlan Iskan INI bukan judi. Ini lotre. Suka-suka yang memberi nama. Pemenangnya dapat Rp 20 miliar. Yang boleh ikut berjudi terbatas: hanya yang umurnya 12 tahun ke atas dan yang mau disuntik vaksin Covid-19. Yang akan mendapat Rp 20 miliar tidak hanya satu orang. Tapi 10 orang. Masih akan banyak pemenang lagi yang nilai uangnya di bawah itu. Pengumuman pertamanya 15 Juni depan. Dua minggu lagi. Itulah tanggal penting bagi negara bagian California: 15 Juni nanti adalah hari California dibuka kembali secara penuh. Boleh tidak pakai masker. Bisa tidak jaga jarak. Segala jenis keramaian diizinkan. Pantai dibebaskan. Gunung silakan didaki. Undian besar itu punya maksud khusus: agar di tanggal itu nanti, 70 persen penduduk California sudah tervaksinasi. Sampai tulisan ini dibuat, kemarin, persentase itu sudah mencapai 64 persen. Sudah 22 juta penduduk dewasanya yang ikut vaksinasi. Dari pengamatan media di sana California memang istimewa. Ia juara terbanyak penderita Covidnya: 3,8 juta. Juga juara jumlah yang meninggal: 63.000. Disusul Texas, Florida, dan New York. Tapi California juga yang paling tegas menghadapi pandemi: kota besar Los Angeles pernah di-lockdown total satu minggu. Dan akhirnya California tampil pertama pula: sebagai negara bagian yang tidak punya lagi penderita baru Covid. Sudah lebih 10 hari terakhir ini. Juga tidak ada lagi yang meninggal karena virus itu. Ada negara bagian lain yang juga hebat tapi jumlah penduduknya sedikit. Kekurangan vaksinasi 6 persen itu dianggap sebagai ''enam meter terakhir menjelang finis'' dalam sebuah lomba lari 100 meter melawan Covid. "Jangan sampai sudah berhasil lari 94 meter gagal finis hanya akibat 6 meter terakhir," ujar pejabat di sana –seperti disiarkan banyak media. Doping untuk mencapai finis pun diberikan. Dengan hadiah total sekitar Rp 200 miliar. Ide undian itu memang tidak orisinal. Negara bagian Ohio sudah lebih dulu melaksanakannya. Dengan hadiah lebih kecil: Rp 14 miliar. Ohio pun bukan pelopornya. Negara bagian Maryland-lah yang memulai. Meski hadiahnya 'hanya' Rp 600 juta per pemenang. Awalnya Maryland merangsang penduduknya tidak lewat undian. Negara bagian di dekat Washington DC itu memulainya dengan unik: ''satu suntikan satu gelas bir''. Maka di lokasi vaksinasi disediakan bir dingin. Begitu disuntik mereka boleh minum bir gratis satu gelas. Amerika kini menjelang ''merdeka'' dari Covid. Anak saya, Azrul Ananda, ikut merasakannya. Ia baru mendarat di Texas. Tiga hari lalu. Suasananya, secara umum, sudah tidak ada pandemi. Saat keluar dari Bandara Houston tidak harus menjalani prosedur apa pun terkait Covid. Saat mampir ke Toserba Walmart ia tertegun: siapa pun boleh vaksinasi gratis di Walmart. Hari ini Azrul menuju Kansas: ikut balap sepeda off road sejauh 400 Km di pedesaan Kansas. Amerika kelihatan semakin nyata dekat dengan hari ''kemerdekaan Covid''. Penderita barunya memang masih di kisaran 20.000/hari. Tapi itu dianggap kecil. Terutama dibanding zaman Presiden Donald Trump dulu. Yang pernah mencapai di atas 200.000/hari. Bahkan kemarin, untuk pertama kali, ''hanya'' 9.000 sehari itu. Kengerian di India juga membaik. Memang, penderita barunya masih di sekitar 200.000/hari. Tapi tidak lagi 400.000/hari. Di Tiongkok sudah lebih 6 bulan tidak ada lagi yang meninggal karena Covid. Juga nyaris tidak ada penderita baru. Hanya sekitar 20 orang/hari. Itu pun lebih banyak di bandara internasional. Belakangan giliran Indochina (Vietnam, Kamboja, Laos) yang mengalami peningkatan. Dua minggu terakhir. Angka barunya memang hanya ratusan perhari. Tapi itu mengejutkan lantaran sebelum itu hanya puluhan. Bahkan Thailand kini mencatat sekitar 4.000/hari. Indonesia kelihatannya cukup melegakan. Pagi ini sudah 17 hari kita melewati Lebaran Idul Fitri. Angka Covidnya memang naik. Tapi sedikit. Masih terkendali. Antara 5000-6000 penderita baru. Tidak terjadi ledakan. Padahal, dari pengamatan saya, restoran-restoran penuh sesak. Di mana-mana. Sejak Lebaran lalu. Bisnis restoran sudah kembali normal. Saya pun mengucapkan selamat pada Menteri Kesehatan Budi Sadikin. Tapi ia tidak mau tampak gembira. "Belum Pak. Masih tegang," katanya. Kejutan justru terjadi di Inggris. Bukan soal bertambahnya penderita Covid di sana. Tapi karena ada wartawan yang meninggal seminggu setelah vaksinasi Astra Zeneca. Media di Inggris pun memberitakannya: yang meninggal itu wartawan BBC di Newcastle. Namanyi: Lisa Shaw. Umur 44 tahun. Anak: 1 orang. Lisa dikenal tidak punya penyakit ikutan. Setelah vaksinasi dia langsung masuk rumah sakit. Seminggu kemudian meninggal. Tapi itu tidak menimbulkan gejolak. Orang Inggris lebih rasional. Mereka tetap saja menganggap vaksinasi jauh lebih membawa keselamatan daripada kematian. Kejadian seperti yang menimpa Lisa adalah kejadian langka. Memang Lisa mengalami pencendolan darah setelah vaksinasi itu. Tapi yang seperti itu hanya 30 kejadian dari satu juta peristiwa. Meski sudah lebih setahun menderita, tetap saja generasi yang sekarang lebih beruntung dibanding generasi yang lalu: menderita berkepanjangan. Ada perang dunia pertama. Disusul pandemi flu Spanyol. Lalu depresi ekonomi dunia. Disusul perang dunia ke-2. Beruntunglah yang lahir setelah tahun 1965 –seperti saya. Tidak pernah ada gejolak besar –kecuali gejolak di hati masing-masing. (*)
Sumber: