Kepala SMKN 10 Sayangkan Penetapan Tersangka, Berdampak Psikis

Kepala SMKN 10 Sayangkan Penetapan Tersangka, Berdampak Psikis

Malang, Memorandum.co.id - Kepala SMK Negeri 10 Kota Malang, Dwijo Lelono (54), menyayangkan penetapan status tersangka dirinya oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang. Menurutnya, SMKN 10 adalah milik bersama masyarakat Jawa Timur. Ia pun memikirkan dampak secara psikis masyarakat di lembaga sekolah yang ia pimpin. Menurut Kejari Kota Malang, ia diduga melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan Dana Bantuan Direktorat Pembinaan SMK yang Direnovasi, Tambahan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (Ba - Bun) tahun 2019. "Saya merasa kurang pas itu. Termasuk juga pengecekan fisik gedung oleh tim yang dibawa Kejaksaan Negeri Kota Malang," terangnya saat dikonfirmasi Memorandum co.id melalui sambungan seluler, Sabtu (29/05/2021). Menurutnya, proyek pembangunan ruang sekolah sudah sesuai. Sehingga, terkait pengecekan fisik gedung merupakan pengecekan aset sekolah. Karena sudah ada serah terima. "Padahal hasil pekerjaan gedung ruang itu sudah saya laporkan. Mulai 0%, 50%, dan 100%. Itu pekerjaan swakelola, dikerjakan tim internal. Sudah serah terima aset hingga monev dari inspectorat Jakarta," lanjutnya. Bahkan lanjut Dwijo, pada gedung dimaksud sudah digunakan untuk proses kegiatan belajar mengajar. Sebelumya, Kejaksaan Negeri Kota Malang telah menetapkan kepala sekolah SMK Negeri Kota Malang, sebagai tersangka. Ia ditetapkan tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi, dalam proyek pembangunan gedung ruang sekolah. Kepala seksi Pidana Khusus (Pidsus), Kejaksaan Negeri Kota Malang, Dyno Kriesmiardi menerangkan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan kepada sejumlah orang dari internal sekolah. "Untuk yang bersangkutan, sudah kami tetapkan sebagai tersangka. Ia menjabat sebagai kepala sekolah di SMK Negeri 10 Kota Malang. Kami sudah memintai keterangan beberapa orang dari internal sekolah," terang Dyno saat ditemui Memorandum di kantornya, Selasa (25/05/2021) lalu. Ia menambahkan, yang bersangkutan diduga terlibat mark up pembangunan gedung sekolah. Karena kwalitas dan volume pembangunan tidak sesuai dengan spesifikasinya. "Jadi kalau sesuai petunjuk teknis, proyek tersebut harus melibatkan pihak lain. Tim Ahli, arsitek, sipil dan pengawas atau konsultan teknis.Namun yang terjadi, malah dikerjakan oleh internal sendiri," lanjutnya. Dengan begitu, lanjut Dyno, proyek pengerjaan ruang yang terdiri dari 2 lantai itu, kwalitas dan volume, tidak sesuai. Atas kejadian itu, kerugian negara diperkirakan mencapai sekitar Rp. 400 juta. (edr)

Sumber: