Biasa Kehilangan Moment Emas dalam Hidup
Oleh: Noor Arief PERNAH dengar prajurit yang harus meninggalkan keluarga demi tugas negara di saat-saat moment penting dalam hidupnya. Tugas di medan perang saat hari ulang tahunnya, misalnya. Saat ulang tahun perkawinan ataupun saat kematian salah satu keluarganya. Atau malah saat isterinya melahirkan. Sang prajurit tidak bisa bersama keluarga karena tugas negara. Dikirim ke daerah konflik atau pun ke misi perdamaian dunia. Rasa itu sedikit saya rasakan, saat ini. Saat anak kedua saya masuk hari pertama di bangku SMP, saya tidak bisa menemaninya. Padahal biasanya sayalah yang mengantar mereka saat hari pertama di sekolah baru. Rasa itu sedikit saya rasakan saat ini. Hidup di atas kapal KRI Makassar 590. Sama bagi mereka para prajurit TNI AL ini. Mereka juga harus dan telah terbiasa kehilangan momentum emas dalam perjalanan hidup mereka. Diganti dengan bela negara. Pengorbanan yang apakah imbang bagi setiap orang. Banyak yang malah mengorbankan hal lain demi keluarga. Mereka tidak. Kesatuan dan kedaulatan negara menjadi hal pertama dalam hidup mereka. Sampai ada yang mengatakan dengan tegas, senjata adalah isteri pertama mereka. Saya yang menjadi wartawan sejak 1999 lalu belum pernah menempatkan pena (senjata saya) sebagai isteri pertama. Beberapa tugas kantor dibatalkan karena urusan keluarga. Persis seperti yang disampaikan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dalam puncak Armada Jaya XXXVIII di Hutan Banongan, Situbondo, Sabtu (13/7) kemarin. Kepada prajurit yang membawa kendaraan tempur (ranpur) pun diminta menjadikan tank, pelontar roket sampai dengan senjata laras panjang sebagai isteri pertama prajurit. “Kalian harus tahu dan merawat sebaik-baiknya senjata yang kalian bawa,” kata Hadi kepada prajurit yang saat itu memandu dalam penembakan sasaran dengan tank BMP-3F. Termasuk dalam hal nama. Dalam operasi perang, nama para personel atau pun kesatuan malah hilang. Dalam komunikasi melalui radio satelit, nama mereka menjadi apa saja, termasuk dalam latihan puncak TNI AL kemarin. Nama regu mereka menjadi nama-nama hewan hutan. Ada tapir, harimau, beruang, kepiting, sampai dengan hyena. Tidak pernah terdengar panggilan kepangkatan dalam komunikasi tersebut. Mereka juga menyamarkan wajah dengan clontengan. Saat bergerak, nyaris wajah mereka tidak bisa dikenali.Nyaris tidak bisa dibedakan.Kecuali dari jarak dekat.Nama-nama mereka nyaris tidak akan. Saya juga baru tahu dengan detail bahwa penyerangan pun membutuhkan perencanaan yang sangat matang. Saya melihat TNI AL mengatur strategi penyerangan dengan membentangkan peta. Plus jalur penyerangan. Perencanaan ini setelah tim penyerbu mendapat laporan dari tim sebelumnya yang memaparkan posisi lawan. Termasuk objek yang hendak direbut. Saya yang pertama kali berada di dalam kondisi ‘perang’ tentu mendapatkan hal yang menarik. Bagaimana mereka kemudian sempat menggelar perencanaan baru setelah mendapat informasi tambahan dari tim sebelumnya. Dalam perang, saya baru tahu bahwa banyak tim yang dilibatkan dalam penyerangan atau perebutan wilayah yang dikuasai musuh. Selama ini saya hanya melihat perang dalam tayangan film. Seperti Rambo yang seorang diri, tanpa perencanaan bisa memenangkan perang. Ternyata Rambo adalah cerita perang yang salah. Ada Komando Tugas Laut Gabungan yang bertugas merebut daerah pantai yang dikuasai musuh. Tim ini mendarat dengan terjun payung dan menyerang musuh untuk menguasai pantai. Tim kedua adalah Komando Tugas Gabungan Amfibi. Tim ini lah yang mendaratkan tank dari kapal perang yang sandar beberapa mil dari bibir pantai. Tank amfibi ini berlayar di lautan dan bergerak ke bibir pantai. Kendaraan tempur yang lainnya juga berturut-turut mendarat. Tugas tim ini akan dilanjutkan dengan tugas tim lain. Komando tugas pendaratan administrasi dan komando tugas gabungan pertahanan pantai. Itulah komando tugas yang menyatakan sebagai keberhasilan penguasaan wilayah lawan. Atau perebutan wilayah yang telah dikuasai lawan. Saya yang baru melihat secara langsung, merasa mereka sangat sempurna untuk penjaga negara. Setiap langkah terasa sangat terencana. Salut. (bersambung)
Sumber: