Hadiah Ulang Tahun untuk Tjuk Kasturi Sukiadi Sang Nasionalis

Hadiah Ulang Tahun untuk Tjuk Kasturi Sukiadi Sang Nasionalis

Surabaya, memorandum.co.id - Tjuk Kasturi Sukiadi telah berpulang untuk selamanya pada 16 Januari 2021 pukul 16.16 di RS dr Soetomo. Pengagum Bung Karno yang akrab disapa Pak Tjuk adalah ilmuwan ekonomi yang selalu menyebut dirinya seorang aktivis sampai akhir hayatnya, dia selalu hadir memikirkan bangsa dan negaranya. PenulisĀ  Henri Nurcahyo menulis buku 'Tjuk Kasturi Sukiadi Sang Nasionalis' sebagai kado ulang tahun Pak Tjuk ke-76 pada 23 Mei 2021 lalu. Pemerhati Kesenian Jawa Timur ini mengaku bahwa pertama kalinya mengenal Pak Tjuk pada tahun 1990an dan bertemu kembali pada 2018 di Dewan Kesenian Surabaya dalam acara Maklumat Arek Suroboyo. "Saya itu bukan muridnya, bukan keluarganya, bahkan dengan istri dan anaknya saya tidak kenal. Tetapi saya mengagumi beliau, sehingga saya merasa perlu untuk memberikan kado pada Ulang Tahun Pak Tjuk yang ke-76 ini," ujar Sekretaris Umum Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Jatim itu di Gedung Tribuana Tungga Dewi BK3S, Kamis (27/5/2021). Henri mengaku kaget saat mendengar kabar jika Pak Tjuk dan istri di rawat di Rumas sakit karena Covid-19. Sampai kemudian Pak Tjuk meninggal, Henri gundah apakah penulisan buku tersebut diteruskan atau tidak? "Pertemuan terakhir saya dengan beliau 29 Desember 2020. Itu saya janjikan pada Oktober 2020. Saya terpukul dengan kepergian beliau, tetapi saya tetap bertekad melanjutkan janji saya sehingga 23 Mei lalu selesai di percetakan. Dan hari ini saya melakukan launching di BK3S Jatim," terang Ketua Komunitas Seni Budaya BrabgWetan itu. Henri mengungkapkan bahwa dirinya hanya sempat mengirim pesan dan bertanya perihal kesehatan Pak Tjuk saat menjalani perawatan. Bahkan pada 4 Januari 2021, Pak Tjuk masih sempat memotret dari lantai 4 yang menjadi postingan terakhir Facebooknya. "Pak Tjuk bilang, tenang dek gakpopo, aku iki cuma ngandani ibu mu (istrinya, red). Karena memang kondisi ibu lebih sakit dan sepuh. Beliau menghembuskan nafas terkahir di ruangan yang berbeda dengan Bu Indijati Sukiadi. Makanya waktu itu karangan bunga disingkirkan karena khawatir ibu syok," bebernya. Melalui buku tersebut, dosen Antropologi Universitas PGRI Adibuana (Unipa) Surabaya ini berharap generasi muda dan masyarakat secara umum dapat meneladani Pak Tjuk, meneruskan cita-citanya, melanjutkan apa yang menjadi obsesinya, dan tetap menjadi pribadi yang nasionalis, Pancasilais, serta Soekarnois. "Perkataan beliau yang sangat saya ingat itu, saiki dek jaman koyok ngene iki banyak orang seng wes gak ngerti Pancasila iku opo. Beliau juga punya semboyan yang selalu disampaikan pada setiap kesempatan dan tulisannya, menekuni dan mengamalkan politik kebangsaan demi NKRI," papar Henri. Sementara Ketua Umum Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Jatim Pinky Saptandari mengatakan bahwa yang terbayang di benaknya adalah masa-masa gerakan reformasi 1998 di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya saat mengenang Pak Tjuk. "Kami berada dalam gelombang aksi unjuk rasa untuk mengakhiri pemerintahan Presiden Soeharto. Mas Tjuk bahkan kandung saya anggap sebagai kakak bagi saya dan suami," kata Pinky. Menurutnya, sosok Pak Tjuk tak betah berdiam di masa pensiun, melainkan mendedikasikan diri untuk berbagai kegiatan yang rata-rata sosial dan memperhatikan situasi politik. Kritik ya sangat tajam sehingga kerapkali dianggap terlalu keras. "Meskipun pernah menjabat di beberapa BUMN sebagai komisaris, tetapi beliau selalu bersikap kritis terhadap pemerintah," pungkas Pinky. (mg1)

Sumber: