Melatih Kepekaan Jiwa

Melatih Kepekaan Jiwa

Penulis buku 60 Menit Terapi Shalat Bahagia Prof Dr Moh Ali Aziz mengatakan, Ramadan adalah peluang melatih kepekaan jiwa manusia. Menurutnya selain perintah Allah SWT, puasa juga merupakan kebutuhan alami bagi manusia. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya ini menjelaskan, bahwa masih banyak kaum muslim yang tidak bergetar ketika mendengar firman Allah. Lantas, manakah yang lebih keras antara batu dan hati manusia? Ia mengatakan, bahwa dalam QS. Al Hasyr ayat 21, Allah SWT mengumpamakan jika Alquran diturunkan di atas gunung, maka manusia akan melihat gunung itu tunduk terpecah belah karena ketakutan kepada Allah. "Perumpamaan itu dibuat agar manusia mau berfikir, ternyata selama ini hati kita tidak bergetar, jiwa kita tidak tercambuk dengan firman Allah yang setiap hari kita baca dan kita dengar," ujar Prof Aziz, panggilan akrabnya, Selasa (20/4). Begitu pula perintah puasa, menurutnya layak timbul dari diri sendiri untuk melatih mengekang hawa nafsu dan mengasah kepekaan jiwa. "Orang-orang saleh terdahulu bisa meraih kemuliaan, ketajaman spiritual, dan keluhuran peradaban disebabkan mereka telah membiasakan puasa dan semangat berkarya yang luar biasa," ungkapnya. Berikut adalah ayat Alquran yang berisikan perintah berpuasa.  “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa". (QS. Al Baqarah [2]:183). Aziz menyebutkan, bahwa ayat tentang puasa tersebut memberikan renungan kepada kaum muslim bahwa puasa yang selama ini dijalankan masih jauh dari berkualitas. Firman Allah di atas menuntut umat Islam menjadi orang yang cerdas. "Untuk berpuasa, kita tidak perlu menunggu perintah Allah, karena sebagai manusia seharusnya kita paham bahwa pencernaan telah melakukan pekerjaan berat selama belasan bulan untuk mencerna makanan siang dan malam. Saya percaya bahwa karya besar yang terbaik selalu dihasilkan dari otak yang cerdas dan hati yang bersih," terangnya. Prof Aziz menjelaskan, bahwa perintah puasa tersebut disampaikan melalui kalimat pasif tanpa menyebutkan siapa yang mewajibkan, lantaran puasa yang dilakukan semua generasi manusia bersumber dari pemikiran mereka sendiri di samping dari perintah Tuhan. "Ujung ayat itu menunjukkan untuk apa kita berlapar-lapar puasa. Tidak lain agar kita menjadi pribadi yang bertakwa. Ketakwaan ini tercermin dari kehidupan kita yang tidak pernah putus dengan Allah, kerendahan hati, kepekaan sosial, kejujuran, dan optimisme dalam menjalani kehidupan di tengah masyarakat terlebih di masa pandemi ini," pungkas Prof Aziz. (mg1/nov)

Sumber: