Penipuan Bisnis Perumahan, Hakim dan Jaksa Bongkar Bantahan Terdakwa

Penipuan Bisnis Perumahan, Hakim dan Jaksa Bongkar Bantahan Terdakwa

Surabaya, memorandum.co.id - David Handoko, didakwa menipu dan menggelapkan uang miliran rupiah milik dua bersaudara, Ana Prayogo dan Yacob Prayogo. Namun, saat menjalani sidang pemeriksaan, terdakwa membantah semua isi dakwaan jaksa. Saat dicecar pertanyaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Winarko dari Kejati Jatim, terdakwa selalu berkelit jika saat bertemu dengan Ana dan Yacob ia membahas terkait penawaran kerja sama terkait proyek alutsista maupun proyek perumahan. "Saya memang pernah ketemu. Tapi tidak pernah menawarkan kerja sama dengan mereka. Dan saya tidak pernah menjanjikan keuntungan. Cuma ngobrol biasa saja," kata David saat menjalani pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Neger Surabaya, Rabu (21/4/2021). Bantahan terdakwa kemudian dikonfrontirkan dengan bukti chat aplikasi WhatsApp (WA) antara dirinya dan Ana Proyogo. Saat ditunjukkan oleh JPU, terdakwa berdalih tidak kelihatan. JPU akhirnya membacakan chat tersebut dan menanyakan terkait kebenarannya. "Begini pak jaksa, itu hanya sepenggal-sepenggal saja. Begini ceritanya,"ujarnya. Mendapati jawaban bertele-tele, JPU kemudian memotong keterangan terdakwa. Padahal JPU hanya menanyakan benar atau tidak. Terdakwa yang terlihat ragu, akhirnya mengatakan dirinya lupa. "Yang saya tanyakan itu benar apa tidak saudara terdakwa itu pernah chat seperti itu dengan saudara Ana. Jangan bertele-tele," sergah JPU. Selanjutnya, JPU beralih menanyakan terkait cek milik terdakwa yang diberikan kepada Ana. Menurutnya, cek-cek tersebut sebagai jaminan kepada keluarga Ana, sebab saat bertemu dengannya, Ana mengeluh ditagih utang oleh keluarganya. Tak tanggung-tanggung, terdakwa memberikan cek sejumlah Rp 8 miliar agar dimundurkan pembayarannya. "Wow, baik sekali saudara terdakwa," tukas JPU. Sedangkan terkait pertemuannya dengan Yacob dan Ana di Malang, awalnya terdakwa mengakui tidak membahas apa-apa. Saat didesak oleh hakim anggota Ketut, akhirnya terdakwa mengaku membahas bisnis ke depannya. "Nah itu, bahas bisnis. Bisnis apa?," tanya hakim Ketut. Atas pertanyaan hakim, terdakwa kembali berputar-putar menerangkan dan akhirnya menyanggahnya. Padahal, terdakwa tak menampik jika ia pernah menerima uang dengan cara transfer dari Ana. "Kan uangnya masuk ke rekening anda. Berarti untuk kepentingan perusahaan anda," kata Ketut. Bukannya menerima, terdakwa malah mengaitkan dengan mutasi rekening perusahaan PT Alpa Graha Sentosa (AGS). Saat ditanya terkait transfer dari Ana ke PT Handoko Putra Jaya (HPJ), terdakwa malah berdalih itu hanya tarik setor saja agar keuangan perusahaan sehat. Mendapati keterangan terdakwa yang berbelit-belit dan berputar-putar. JPU Winarko kemudian melemparkan pertanyaan terkait saldo awal PT HPJ dan PT AGS saat Ana masuk, terdakwa diam. Dan akhirnya berdalih lupa. "Masa anda direkturnya bisa lupa saldo perusahaan anda. Saya ingatkan ya, saat saudara Ana masuk, saldo PT HPJ itu Rp 1 juta dan PT AGS itu nol. Dan menurut keterangan saksi pegawai BCA yang dihadirkan ke persidangan yang lalu itu mengatakan, yang masuk ke rekening dua PT itu dari rekening pribadi Ana," beber JPU. Lebih lanjut, JPU menanyakan, jika ada dana dari terdakwa murni dari rekening saudara sendiri, agar ditunjukkan di muka persidangan. Namun terdakwa hanya diam tidak dapat membuktikan keterangannya itu. Tak menyangka mendapat penjelasan detail JPU, terdakwa kembali dikagetkan dengan modal awal terdakwa dalam dua PT tersebut. Terdakwa kemudian mengatakan jika modal awal PT. AGS dari penjualan rumah tahap pertama sedangkan untuk modal PT HPJ berasal stok barang. Hal ini memantik ketua majelis hakim Widhiarti menanyakan modal awal berupa uang bukan barang." Maksudnya itu modal uang saudara itu berapa ?," tanya hakim Widhiarti yanh disambut diam oleh terdakwa. Tak cukup sampai disitu, hakim Widhiarti pun menambah pertanyaan kepada terdakwa terkait adanya surat pernyataan pengembalian uang ke Ana dan Yacob. Terdakwa mengaku jika itu benar tanda tangannya, akan tetapi ia berdalih lagi bahwa saat menanda tanganinya surat itu berupa kertas kosong. "Waktu tanda tangan itu kosong bu hakim. Ana yang minta saya tanda tangan di situ," kata terdakwa. Merasa tak puas, hakim Widhiarti kemudian menanyakan kebenaran keterangan terdakwa di BAP polisi. Bahwa terdakwa mengakui jika membikin surat pernyataan itu. Bahkan dalam surat tersebut ada tulisan tangan terdakwa. "Pokonya waktu itu saya tanda tangan kertasnya kosong," ujar terdakwa. Mengetahui terdakwa yang selalu membantah dan berbelit-belit memberikan keterangan, hakim kemudian menyampaikan kepada terdakwa bahwa itu hak terdakwa. "Itu hak terdakwa. Yang pasti ini menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menentukan putusan nantinya," tutur hakim Widhiarti. (mg-5/fer)

Sumber: