Cak Eri Rek!

Cak Eri Rek!

Oleh Arief Sosiawan Pemimpin Redaksi Pekan ini di Kota Surabaya dikabarkan kembali marak aktivitas perdagangan seks di eks lokalisasi Dolly. Kabar itu kencang menerpa keheningan warga, yang kini sedang khusyuk menjalani ibadah puasa Ramadan. Munculnya kabar itu memaksa warga terbelah dalam tiga bagian. Yang pertama, bagian warga yang kaget dengan kabar itu. Yang kedua (atau sebagian warga yang lain), sejujurnya mendengar kabar berita seperti itu sudah biasa. Yang ketiga, kelompok warga yang kritis. Mereka mengkritisi kabar berita itu sebagai kegagalan Eri Cahyadi yang kini mengendalikan Pemerintah Kota Surabaya secara penuh sebagai wali kota. Tegasnya, kegagalan itu mereka katakan sebagai ketidakmampuan Eri Cahyadi mengawal keputusan mantan wali kota Tri Rismaharini yang kini menjadi menteri sosial Republik Indonesia. Padahal, keputusan Ibu Risma menutup Dolly yang dikenal sebagai lokalisasi “papan atas” itu diapresiasi hingga kalangan internasional. Bahkan, penutupan “pabrik lendir” itu dielu-elukan banyak kalangan sebagai langkah terpuji seorang perempuan bernama Tri Rismaharini yang notabene ibu politis-nya Eri Cahyadi. Tak hanya itu, ada kabar lain yang mengejutkan warga Surabaya pekan ini. Yakni, keputusan Eri Cahyadi menaikkan uang jasa (dengan kata lain honorarium, atau gaji) para ketua rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW). Keputusan itu langsung jadi sorotan tajam. Beberapa warga menuding kebijakan itu sebagai imbalan jasa atas kemenangan pasangan Er-Ji (Eri Cahyadi-Armuji) dalam pemilihan wali Kota Surabaya kepada para ketua RT dan RW, beberapa waktu lalu. Tegasnya, keberanian Eri Cahyadi menaikkan uang bulanan para ketua RT dan RW sebagai strategi Eri Cahyadi untuk memikat hati mereka agar dalam pemilihan wali kota berikutnya para ketua RT dan RW kembali bersedia memilihnya. Kalangan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kota Surabaya pun terbelah pada persoalan ini. Ada yang menuding keputusan itu pencitraan Eri Cahyadi pribadi. Sebagian yang lain menilai tindakan menaikkan uang jasa itu sebagai langkah yang layak dicermati sebagai pelanggaran hukum, mengingat kenaikan itu tidak tercantum dalam APBD 2021.     Menariknya lagi, muncul isu tindakan Eri Cahyadi menaikkan uang jasa itu tanpa dukungan partai pengusungnya hingga kini menjadi perdebatan keras di internal partai. Alhasil kondisi demikian memicu ketersinggungan sebagian orang partai pengusung Eri Cahyadi. Lantas pertanyaannya, ada apa dengan Eri Cahyadi? Apakah Eri Cahyadi merasa kemenangannya karena kehebatan diri sendiri? Atau, Eri Cahyadi tidak nyaman duduk sebagai wali Kota Surabaya karena yang mendampingi Armuji? Tentu yang mampu menjawab berbagai pertanyaan itu Eri Cahyadi sendiri. Atau kita semua sama sekali tidak perlu menunggu jawaban itu. Sebab, Eri Cahyadi kini sedang menapaki kehidupan baru yang membingungkannya. Cak Eri… Cak Eri!(*)

Sumber: