Polda Bongkar Sindikat Pemalsu Website Pemerintah Amerika, Sebar 20 Juta Pesan Berantai

Polda Bongkar Sindikat Pemalsu Website Pemerintah Amerika, Sebar 20 Juta Pesan Berantai

Surabaya, memorandum.co.id - Anggota Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jatim bersama Federal Bureau of Investigation (FBI), membongkar sindikat pembuat scampage atau website palsu, awal Maret 2021. Dua orang diamankan masing-masing Shofiansyah Fahrur Rozi, warga Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Satu tersangka lain yang diamankan yakni Michael Zeboth Melki Sedek Boas Purnomo, warga Jember. Website yang dibuat kedua tersangka menyerupai website pemerintahan Amerika Serikat (AS). Bermodal website itu, mereka lantas mencuri data pribadi warga Amerika. Data pribadi tersebut digunakan tersangka untuk mencairkan dana bantuan pandemi atau pandemic unemployment assistance (PUA) yang seharusnya diterima warga pengangguran di AS dan korban terdampak pandemi Covid-19. Kapolda Jatim Irjenpol Nico Afinta menjelaskan, terbongkarnya kasus bermula saat anggota Siber mendapati adanya kegiatan penyebaran scampage atau website palsu yang menyerupai website asli pemerintah AS awal Maret lalu. Link website tersebut disebar tersangka Shofiansyah melalui SMS berisi pesan pengajuan dana bantuan sosial (bansos). Setelah diselidiki tersangka ditangkap di salah satu hotel kawasan Jalan Ronggolawe, Tegalsari. Dari pengembangan tersangka Shofiansyah mengaku mendapatkan scampage tersebut dari tersangka Michael. Dari keterangan itu, petugas berhasil meringkus Michael di sekitar Stasiun Pasar Turi. Dari penggeledahan, ditemukan script scampage atau website palsu yang tersimpan di dalam laptopnya. "Tindak pidana yang dilakukan ada tiga. Pertama pelaku membuat website palsu, kedua menyebarkan website palsu ini, dan yang ketiga mengambil data orang lain secara ilegal," terang Nico Afinta, di Gedung Rupatama Mapolda Jatim, Kamis (15/4/2021). Dalam teknisnya Michael berperan sebagai pembuat website palsu. Sementara Fahrur Rozi berperan sebagai penyebar website itu kepada 30.000 warga Amerika. Mereka memanfaatkan SMS di nomor ponsel korbannya yang didapat melalui software. Terkait isi pesan yang dikirimkan pelaku, korbannya diminta untuk mengisi formulir yang menyangkut data pribadi guna pencairan dana pandemic unemploymet assistance (PUA) dari pemerintah AS bagi warga yang terdampak Covid-19. "Tersangka membuat website yang seolah-olah sama, kemudian disebar kepada 20 juta warga negara bagian Amerika. Korbannya tidak menyadari bahwa dia telah mengisi data pribadinya ke domain palsu yang mirip dengan website resmi pemerintahan AS," lanjut Nico. Dari 20 juta pesan yang disebar menggunakan software aplikasi SMS Blast, pelaku berhasil menipu kurang lebih 30.000 korban. Sedangkan aksinya ini telah berjalan sejak Mei 2020 hingga Maret 2021. "Para tersangka mengakui jika mempelajari kegiatan yang melanggar hukum ini sejak 2015 secara otodidak melalui internet," tandas alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1992 itu. Diketahui bantuan terdampak Covid-19 dari pemerintah AS bagi pengangguran ini sebesar USD 2.000 atau Rp 30 juta bagi satu warga. Sedangkan dia juga menjual data pribadi itu sebesar USD 100 kepada S asal India yang kini masuk dalam daftar buronan FBI. "Dari sinilah tersangka mendapatkan data penting untuk menipu dan mendapatkan uang USD 2000 per satu data. Total keuntungan yang didapatkan mencapai Rp 420 juta," tegas Nico Afinta. Hasil penyidikan yang telah dilakukan, uang ratusan juta ini digunakan mereka berdua untuk membeli peralatan gadget, membayar utang, liburan dan foya-foya. "Ngakunya untuk membeli peralatan guna memperlancar sindikat mereka," tambah Nico. Dalam kesempatan itu, mantan Kapolda Kalimantan Selatan itu mengimbau kepada masyarakat supaya lebih teliti lagi dalam mengisi formulir online yang menyangkut data diri pribadi. Masyarakat juga harus memperhatikan dengan cara melihat bagian belakang domain yang biasanya website pemerintahan palsu menggunakan .ly, .com, .info, .link dan .net. "Masyarakat kami imbau supaya lebih waspada, untuk yang lainnya juga supaya tidak melakukan tindak pidana membuat website palsu, menyebarkan dan mengambil keuntungan," pungkas pria kelahiran Surabaya ini. (fdn/fer)

Sumber: