FABA Berpotensi Jadi Primadona Baru Dalam Pengembangan Industri

FABA Berpotensi Jadi Primadona Baru Dalam Pengembangan Industri

Jakarta, memorandum.co.id - Fly Ash Bottom Ash (FABA) atau yang lebih populer dengan sebutan limbah atau abu batu bara, berpotensi menjadi primadona baru dalam pengembangan industri nasional. Karena itu, pemerintah diminta untuk segera membuat petunjuk teknis (juknis) pemanfaatan FABA. Demikian intisari dari Webinar Forum PWI Jaya Series "Mengoptimalkan Manfaat FABA untuk Pembangunan Ekonomi", yang digelar Jumat (9/4/2021). Dari penjelasan Ketua umum Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Wiluyo Kusdwiharto, FABA kini semakin menjadi tumpuan untuk mendukung pengembangan industri. Termasuk industri berat, misalnya di sektor pertahanan. "FABA tak hanya untuk dijadikan bahan paving-block atau batako, tetapi juga untuk industri-industri berat seperti bandara, atau konstruksi lainnya," jelas Ketum MKI Wiluyo Kusdwiharto. Webinar yang digelar secara live itu diselenggarakan di tengah meningkatnya perhatian tentang daya guna dari limbah batu bara tersebut.  Khususnya setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). PP tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berdasarkan lampiran 14 PP Nomor 22 Tahun 2021 disebutkan, jenis limbah batu bara yang dihapus dari kategori limbah B3 adalah fly ash dan bottom ash. FABA, akronim dari fly ash dan bottom ash, merupakan produk sisa dari pembakaran batu bara. Batu bara yang dibakar itu menghasilkan produk sisa berupa material-material yang 'terbang' dan 'terendapkan', yang terbang itu disebut fly ash, yang mengendap di bawah bottom ash. Pada kesempatan yang sama, Dr.Eng.Januarti Jaya Ekaputri, ST, MT mengatakan, di banyak negara FABA sudah berpotensi menjadi primadona baru dalam pengembangan industri. Di Indonesia, menurut Dosen ITS yang gigih melakukan penelitian terkait manfaat FABA ini, potensi abu batu bara juga semakin besar. Ia bahkan mengibaratkan limbah batu bara yang tidak termasuk bahan beracun berbahaya (B3) tersebut sebagai Cinderella yang tidak dirindukan. "FABA ini seperti Cinderella yang sedang menunggu pinangan seorang pangeran," ungkapnya. Januarti Jaya Ekaputri yang biasa disapa Yani memastikan, FABA merupakan limbah padat tak beracun, bahkan di banyak negara limbah ini sudah memberikan manfaat ekonomis bagi warganya. Yani menegaskan, penelitian yang dilakukannya selama ini, FABA setidaknya dapat menghasilkan bahan konstruksi alternatif yaitu menggantikan tanah liat dengan fly ash sebagai bahan pembuatan batu bata merah untuk perusahaan batu bata. Yani menegaskan, pemanfaatan limbah nonB3 ini sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan limbah nonB3 khusus seperti fly ash batubara dari kegiatan PLTU dengan teknologi boiler minimal CFB (Ciraiating Fluidi"zed Bed) dimanfaatkan sebagai bahan baku kontruksi pengganti semen pozzolan. Yani menguraikan, FABA juga memenuhi persyaratan teknis sebagai material yang digunakan untuk produksi material bangunan, mengurangi polusi dan mengurangi ruang landfill. “Selain untuk bahan konstruksi bangunan, FABA juga dapat dimanfaatkan untuk perkebunan dan peternakan. Dan semua itu sudah saya ujicoba sendiri,” kata Yani. Di beberapa negara, kata dia, FABA juga telah dimanfaatkan sebagai material konstruksi seperti untuk campuran semen dalam pembangunan jalan, jembatan, dan timbunan, reklamasi bekas tambang, serta untuk sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Bahkan tingkat pemanfaatan FABA di negara-negara itu sudah cukup tinggi, berkisar antara 44,8 persen - 86 persen.(gus)

Sumber: