Negeri Ludrukan

Negeri Ludrukan

Oleh Arief Sosiawan Pemimpin Redaksi Sepekan ini negara berbendera Merah Putih diguncang kabar berita teror. Terbaru, penyerangan Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di Jakarta oleh seorang perempuan berinisial ZA. Berita ini tiba-tiba menyeruak di tengah masifnya berita-berita tentang Partai Demokrat (PD) yang kekuatan dan pamornya sedang diuji akibat goyangan segelintir orang yang mengaku kader partai. Kedua berita ini boleh dibilang sama-sama menarik. Berita tentang teroris, meski sering terjadi dan terberitakan, tapi kabar berita terakhir itu sungguh memikat hati pemirsa, pendengar, pembaca media meanstream atau media sosial yang terhormat. Betapa tidak, pada sore hari, Rabu (31/3), seorang perempuan tanpa diduga melepaskan beberapa kali tembakan kepada polisi “di sarangnya”. Aksi ini cukup menggelitik alam bawah sadar manusia di tengah kondisi negara yang sedang berjuang melawan “serangan” Covid-19. Kok ada ya orang seperti itu? Perempuan lagi…? Masih muda lagi…? Tak cukup di sini, aksi perempuan 25 tahun itu makin menarik perhatian publik karena tindakan tegas terukur hingga tewas di tempat oleh aparat kepolisian. Tindakan itu dikatakan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo karena pelaku terpapar paham ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah) atau organisasi gerilyawan Islam Irak dan Suriah. Beragam pendapat menyertai tindakan kepolisian itu. Ada yang menyayangkan dan menganggap kepolisian berlebihan menindak sampai menembak mati pelaku. Ada juga yang setuju, karena pelaku membahayakan petugas meski senjata yang dipakai hanyalah sebuah airsoftgun. Berita kedua yang tak kalah menarik adalah keputusan Kemeterian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) yang menolak mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat versi KLB (Kongres Luar Biasa) Deli Serdang, Sumatera Utara. Lewat menteri Yasona Laoli, pemerintah tegas-tegas menyebut KLB Partai Demokrat yang memilih KSP (Kepala Staf Presiden) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko sebagai ketua umum tidak cukup memenuhi data persyaratan hingga ditolak. Penolakan ini menggembirakan Agus Harimurti Yudhoyono yang langsung dengan tegas menyikapinya. Dia menyebut tidak ada lagi dualisme kepemimpinan di Partai Demokrat. Satu-satunya Partai Demokrat yang sah adalah yang dirinya pimpin. Apa yang terjadi di Partai Demokrat sejatinya juga sebuah aksiteror. Paling tidak teror terhadap keberlangsungan demokrasi di negara ini. Pun, penolakan KemenkumHAM terhadap hasil KLB Deli Serdang membuktikan teror di partai politik itu ada dan nyata, serta dapat mengancam keberlangsungan demokrasi di negeri ini. Lantas pertanyaannya, apa wajah negara ini sedemikian rupa? Negara yang berazaskan Pancasila yang menjunjung tinggi nilai hukum dan mempersamakan hak semua orang di hadapan hukum, aparatnya dengan mudah menembak mati seseorang yang dinilai membahayakan petugas? Jadi ingat aksi tembak mati enam laskar FPI (Front Pembela Islam) yang kini nama itu tinggal kenangan. Indonesia Benar-benar negeri penuh drama. Boso Suroboyone: negeri ludrukan. (*)

Sumber: