Jelang Kemarau, Ecoton Minta Produsen Popok Sekali Pakai Sediakan Kontainer Pengumpulan Sampah

Jelang Kemarau, Ecoton Minta Produsen Popok Sekali Pakai Sediakan Kontainer Pengumpulan Sampah

Surabaya, memorandum.co.id - Terus meningkatnya pemakaian popok sekali pakai sejak 15 tahun silam menyisakan sebuah teror sampah popok salah satunya di sungai. Permasalahan sampah popok yang banyak dibuang ke sungai ini, tidak lepas dari kurangnya pemahaman masyarakat terhadap beban lingkungan yang ditimbulkan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan hidup Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) meminta produsen popok sekali pakai untuk bertanggung jawab menangani pencemaran sungai akibat pembuangan sampah popok ke sungai, Selasa (30/3/2021). Lantaran, sampah popok bayi juga menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan kualitas air. Sungai Brantas sebagai Sungai Strategis Nasional yang menjadi sumber air baku PDAM Surya Sembada kota Surabaya, PDAM Tirta Dharma Gresik dan PDAM Delta Tirta Sidoarjo, tentu akan memberikan dampak bagi masyarakat. Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi menyebutkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat sekitar 750 ribu bayi yang tinggal di sekitar bantaran Sungai Brantas. Satu bayi membutuhkan hingga empat popok per hari. Artinya ada tiga juta popok yang dibuang setiap hari. "Produksi sampah popok sangat banyak tapi belum ada upaya produsen menangani sampah popok secara sistematis. Padahal mereka tahu, sampah popok merupakan sampah residu yang tidak bisa didaur ulang dan harus diproses di Tempat Pembuangan akhir (TPA)," terang Prigi. Oleh sebab itu, ECOTON mendesak produsen popok di Indonesia menyediakan kontainer khusus popok di lokasi-lokasi strategis yang menjadi lokasi favorit membuang sampah popok seperti di pinggir sungai dan pinggir jembatan di DAS Brantas, khususnya di wilayah Sidoarjo dan Gresik yang paling banyak dibuangi sampah popok. "Mumpung sebentar lagi musim kemarau, harus ada pembersihan sampah popok di Sungai Brantas dan Anak anak sungai brantas selama musim kemarau, sehingga ditargetkan akhir Desember 2021 sudah tidak ditemukan lagi tumpukan popok di aliran sungai," tegas Prigi. Menurutnya, sungai dan jembatan menjadi tempat favorit pembuangan sampah popok akibat tidak adanya layanan pengelolaan sampah yang disediakan pemerintah dan kondisi masyarakat yang masih percaya mitos suleten. Mitos ini mengkaitkan kesehatan anak dengan pembuangan sampah popok sekali pakai ke sungai. "Untuk itu, selain penanganan kami juga mendesak pemasangan papan informasi larangan membuang sampah popok bayi dan membentuk satgas pengawas pembuangan sampah ke sungai, dapat bekerjasama dengan pemerintah desa dan komunitas peduli sungai," papar Prigi. Prigi mengatakan bahwa popok sekali pakai membutuhkan waktu 400 tahun untuk terurai dan mengandung bahan kimia beracun, yang mengganggu hormon estrogen. Akibatnya bisa menyebabkan penurunan fertilitas anak ketika dewasa dan kanker. Baginya, masyarakat membutuhkan pemahaman akan bahaya yang ditimbulkan dari popok sekali pakai. ECOTON mendesak produsen mencantumkan instruksi cara pembersihan popok dari kotoran sebelum dibuang ke tempat sampah. "Kami juga meminta kepada pemerintah dan produsen untuk menyusun peta jalan rencana pengurangan sampah plastik dan rencana redesain produk popok agar mudah didaur ulang, sehingga tidak lagi menjadi sampah residu, pada tahun 2025," pungkas Prigi. (mg1)

Sumber: