Eri Cahyadi Pelayan Baru Surabaya
Oleh Arief Sosiawan Pemimpin Redaksi
Jumat, 26 Februari 2021, menjadi hari bersejarah bagi Kota Surabaya. Mulai hari itu warga Kota Pahlawan memiliki wali kota baru: Eri Cahyadi. Ia hasil pemilihan kepala daerah serentak 2020. Eri Cahyadi yang mantan Kepala Bappeko (Badan Perencanaan Pembangunan Kota) Surabaya ini menggantikan “ibunya”, Tri Rismaharini, yang menjabat Wali Kota Surabaya dua periode sebelumnya.
Eri Cahyadi yang masa kecilnya tinggal di kawasan Kawatan, Surabaya, itu menjabat Wali Kota Surabaya hingga 2024. Dia berpasangan dengan tokoh kuat PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia) Perjuangan, Armuji, yang kini menduduki posisi sebagai Wakil Wali Kota Surabaya.
Pada masa kampanye atau sebelum-sebelumnya, banyak yang meragukan kualitas Eri Cahyadi. Di antara mereka ada yang menyebut Eri dengan sebutan “anake ibu” yang mengidentikkan Wali Kota Risma sebagai “ibu”.
Ada pula yang menegaskan Eri Cahyadi sebagai boneka Risma. Boneka dari ambisi seorang Risma untuk melanjutkan pembangunan di kota ini yang hasilnya sudah sangat dirasakan masyarakat. Tak hanya itu, sempat muncul pandangan lain masyarakat tentang Eri Cahyadi. Jebolan ITS (Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya) itu dikatakan bakal tidak mampu mengelola Kota Surabaya yang memiliki APBD triliunan Rupiah. Apalagi, dirinya erat bergandengan tangan dengan Armuji yang dikelilingi orang-orang partai.
Tegasnya, sebelum terbukti terpilih sebagai Wali Kota Surabaya, sosok Eri Cahyadi dipandang sebelah mata oleh banyak kalangan. Dan saat “kompetisi” perebutan kursi L-1 berlangsung pun sebagian pendukung berbalik arah mendukung calon lawan. Semata-mata karena mereka memandang Eri Cahyadi sebagai sosok yang diibaratkan anak emas dari ibunya.
Berbagai pandangan itu berakhir. Lewat kekuatan tim yang dibangun berdasarkan keikhlasan, Eri Cahyadi mampu meyakinkan warga kota untuk memilihnya. Alhasil, dia pun melenggang ke balai kota dengan memikul keyakinan dan harapan warga meski sempat menunggu hasil gugatan tim calon lawan yang mengambil haknya menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Belajar dari semua, kini Eri Cahyadi dituntut harus mampu membuktikan diri sebagai pria yang layak dipilih sebagai wali kota dengan usungan janji-janjinya. Tak boleh duduk manis di belakang meja menikmati “madu” jabatan wali kota. Harus menjadi pelayan warga kota yang baik, mengingat pemerintah itu sejatinya bersifat mengayomi dan melayani kepentingan warga masyarakat. Eri Cahyadi juga harus mengedepankan kepentingan semua kalangan, bukan hanya kepentingan pendukungnya. Sebab, Eri Cahyadi kini milik Arek Surabaya meski dia diusung partai.
Dan, kini Eri Cahyadilah pelayan baru warga Kota Surabaya. (*)
Sumber: