Oro Oro Dowo-Jodipan Rawan Longsor

Oro Oro Dowo-Jodipan Rawan Longsor

Malang, memorandum.co.id - Bencana longsor menjadi ancaman hulu Sungai Brantas. Khususnya di wilayah Kota Malang. Hal itu ditegaskan Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) I Raymond Valiant Ruritan, Kamis (28/1/2021). Selama Januari 2021 telah terjadi 22 kejadian longsor di Kota Malang. Seluruhnya terjadi pada sempadan sungai. Tanggal 18 Januari 2021, JaIan Sadang, Kelurahan Bunulrejo, Kecamatan Blimbing. Satu korban jiwa yang tenggelam di Sungai Bango, akibat kejadian itu. Ia mengingatkan tentang kondisi geografis dan geologi Kota Malang. "Malang berada di lokasi perbukitan. Sebagian besar tanahnya dari hasil pelapukan material erupsi di masa silam. Sehingga tanah mudah tererosi oleh air. Mudah longsor saat jenuh dan dibebani aktivitas manusia di atasnya," terangnya. Untuk hujan di 2021, ia masih intensitas tinggi. Diprediksi berdampak pada kerentanan longsor. Terutama di sempadan empat sungai besar di Kota Malang, yakni Brantas, Bango, Amprong, dan Metro. Raymond menjelaskan, Sungai Brantas dari daerah Oro-oro Dowo sampai Jodipan merupakan daerah rawan longsor. Begitu juga beberapa area lain yang ada di tiga sungai lainnya. "Yang telah terlanjur bermukim di sana, maka perlu meningkatkan kewaspadaan. Jika rumah sudah mulai ada retakan, maka itu mengindikasikan adanya pergerakan tanah dan rawan longsor," lanjutnya. Ia mengimbau, warga yang akan membeli rumah maupun apartemen di daerah sempadan atau dekat sungai perlu hati-hati. "Pastikan jaminan keamanan yang menjadi kewajiban developer atau pengelola apartemen itu tersedia," terangnya. Dari catatan PJT I, debit terbesar Sungai Brantas di Kota Malang 1.580 m3/detik terjadi pada Desember 2007. Debit yang terpantau pada saat terjadi hujan dengan ketebalan 70 mm dalam satu jam pada 18 Januari ternyata masih di kisaran 200 m3/detik. Namun lanjutnya, salah satu masalah yang kerap terjadi di Kota Malang saat durasi hujan lama adalah tingginya genangan air. Karena fungsi drainase yang tidak mampu mengalirkan air dengan lancar. Kepala Pusat Studi Kebumian dan Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya Adi Susilo mengatakan, sempadan bukan hak manusia. Namun ruang yang menjadi haknya sungai. "Tentu, sempadan yang digunakan sebagai permukiman, maupun aktivitas lain seperti hotel dan apartemen juga menjadi sangat rawan longsor," jelasnya. (edr/fer)

Sumber: