Izinkan Aku Turut Mencintai, walau Hanya di Dunia Ilusi (3)

Izinkan Aku Turut Mencintai, walau Hanya di Dunia Ilusi (3)

Tak Ada di Antara Undangan, tapi Terasa Genggam Salamnya

Ada pertanyaan besar Adam dan Yeti atas kepergian Baha yang tiba-tiba: apa yang dipikirkan sahabatnya itu hingga berbuat sedemikian nekat, pergi tiba-tiba. Boso suroboyone; minggat! Bagi Adam dan Yeti, kepergian Baha bukan saja bisa dibilang nekat. Lebih dari itu. Lebih cocok dibilang ngawur. Super ngawur. Sembrono. Super sembrono. Sableng. Super sableng. Dan sebangsanya. Dan sejenisnya. Dan seterusnya yang tidak terhingga kengawuran, kesembronoan, dan kesablengannya. Masalahnya, kepergian Baha yang tidak diketahui siapa pun alasannya itu hanya sebulan menjelang gelaran ujian nasional. “Batin kami waktu itu: kalaupun mau minggat, mbok yao setelah ujian. Jadi, paling tidak, Baha mengantongi ijazaah SMA untuk bekal cari pekerjaan. Untuk masa depannya sendiri,” sesal Adam. Selepas SMA, kepergian Baha sudah tidak menjadi bahasan pokok lagi. Termasuk oleh Adam dan Yeti, yang sama-sama melanjutkan di pergruan tinggi negeri yang sama di luar Surabaya. Bahkan hingga keduanya diwisuda sebagai sarjana, bekerja, dan menikah. “Kami memang jadian ketika awal jadi mahasiswa dulu,” aku Adam, meski benih-benih cinta sejatinya sudah tertanam di hati masing-masing sejak duduk di bangku SMA. Pada puncak kebahagiaan Adam dan Yeti itulah Baha memperlihat identitasnya. Bukan fisik tubuhnya, malainkan hanya secarik kertas ucapan selamat. Bunyinya begini: Selamat menempuh hidup baru buat dua sahabat terkasihku, Adam dan Yeti. Aku tahu selama pengembaraanku kalian tiada lelah mencari aku sebagai tanda cinta kalian. Tapi maaf. Aku belum bisa menemui kalian. Belum waktunya. Suatu saat kelak, sebelum kematian memisahkan, kita pasti berjumpa. Pasti. Aku janji. Sungguh. Kali ini aku hanya mampu mengucapkan selamat berbahagia melalui secarik kertas ini. Maafkan. Di akhir tulisan sepertinya Baha hendak menuliskan angka-angka, tapi dihapus. Di-urek-urek. Hanya tampak tiga nomor awal dan satu nomor akhir. 081XXXXX8. Mungkin nomor telepon selular. Kertas itu ditemukan Adam di antara amplop pemberian tamu, meski dalam undangan resepsi, pria gentle ini menyatakan tidak menerima kado, uang, maupun hadiah dalam bentuk lain. Amlop-amplop tadi dimasukkan paksa ke saku baju. “Jadi, Baha ada di antara tamu. Ayang (panggilan Adam kepada Yeti, red) melihat dia?” tanya Adam selepas resepsi di sebuah hotel. Yeti menggeleng. “Sebenarnya aku tadi sempat merasakan kehadiran Baha. Ada di antara tamu-tamu yang gaya salamannya khas gaya Baha. Tapi konsentrasiku pecah.” “Masa Akang (panggilan Yeti untuk Adam, red) tidak ingat sama sekali?” Adam menggeleng, “Seingatku tidak ada sosok Baha di antara mereka. Kalau lihat prejengan-nya Akang pasti ingat.” “Oh ya, aku ingat. Tadi ada disalami tamu yang mengulik-ulikkan telunjuknya. Itu gaya Baha. Pasti dia. Caranya persis.” “Ayang ingat orangnya?” “Nggak.” (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih  

Sumber: