Ulah Saudara Kembar sejak Sekolah hingga Menikah (2)

Ulah Saudara Kembar sejak Sekolah hingga Menikah (2)

Bertukar Cerita Bagaimana Perlakukan dan Diperlakukan Istri

Dodi mengaku sebenarnya tidak ingin mengungkapkan kisah terkutuknya. Namun, dia merasa ada sesuatu yang mengganjal di dada. Semakin ditahan, semakin terasa menekan. “Akhirnya saya minta Memorandum dan (satu media online, red) memuat kisah kami. Sekadar agar plong, tidak menjadi ganjalan. Saya juga sudah bertobat,” kata Dodi. “Kisah terkutuk bagaimana sih Dod?” tanya Memorandum bernada kepo, yang lantas memutus sambungan telepon suara, ganti video call. Wajah Dodi muncul di layar. Masih muda dan ganteng. Sekitar 35-an. Mirip Baim Wong. Ada kesan mbeling tapi jujur. Orangnya murah senyum. “Halo Mas. Jumpa wajah nih,” katanya, disambung senyum renyah. Telapak tangan kanannya dikibas-kibaskan di depan layar. Menurut Dodi, kebiasaan berbagi cerita yang sejak kecil mereka lakukan berkanjut hingga menikah. Termasuk menceritakan kepuasan pasca berhohohihe dengan istri masing-masing. “Jadi, saya tahu bagaimana gaya Lina memuaskan Dedi dan gaya Dedi memuaskan Lina. Saya juga bercerita bagaimana memperlakukan Indah dan bagaimana Indah menyervis saya,” tutur Dodi, lalu tertawa kecil. Hal serupa pernah pula mereka lakukan semasa kelas satu SMA. “Kok ceritanya diputus?” protes Memorandum, yang telanjur kepo mendengar cerita Dodi. “Ini ada hubugannya,” jawab Dodi tangkas. Menurut Dodi, untuk membedakan yang mana dirinya dan yang mana Dedi, sejak SD mereka diberi tanda khusus pada seragam sekolah. Papan nama Dodi dibingkai sulaman benang warna merah, sedangkan Dedi sulaman warna hijau. Tanpa tanda-tanda itu, orang pasti tidak bisa membedakan keduanya. Jangankan orang lain, ayah-ibu mereka sendiri saja sering keliru. “Waktu itu sedang ujian,” kata Dodi. Pada jam pertama diujikan mata pelajaran fisika, bidang yang sangat disukai dan dikuasai Dedi. “Saya mah ampun-ampun untuk pelajaran yang membesarkan nama Albert Einstein ini,” imbuh Dodi, yang menambahkan bahwa dirinya justru mahir di bidang bahasa, “Saya menguasai empat bahasa.” Waktu yang disediakan 120 menit. Tapi belum sampai 40 menit, Dedi sudah tuntas menjawab semua soal. Dia lantas pamit ke kamar kecil. “Diare, Pak,” alasannya t Tidak lama kemudian Dodi menyusul dengan alasan sama, diare. “Padahal waktu itu kami ke kamar kecil sekadar tukar papan nama di baju. Sengaja papan nama itu kami pasang dengan kretekan agar mudah dilepas-pasang,” tutur Dodi. Modus serupa dilakukan pada jam ujian mata pelajaran bahasa Inggris. “Tidak ada yang tahu kalau kami tukar posisi. Kami akhirnya mendapat nilai yang sama untuk dua mata pelajaran itu. Bagaimana tidak, wong yang mengerjakan sama.” Dodi lantas ber-wk-wk-wk. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih  

Sumber: