Diam-Diam Payudara dan Pantat Pembantu Jadi Sasaran

Diam-Diam Payudara dan Pantat Pembantu Jadi Sasaran

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Triningsih (43, samaran) awalnya marah-marah ketika keponakannya, sebut saja Nana (19), mengadukan suami perempuan berperut mancung ini, Sujono (45, sebut saja begitu) suka main perempuan. Nana dianggap adu domba. Memfitnah. Mengada-ada. Masalahnya, Jono di mata Ningsih adalah sosok lelaki sempurna. Tak ada lelaki sebaik Jono. Selain ganteng dan penyayang, Jono dikenal dermawan. Bahkan, yang lebih membanggakan, dia dipercaya menjadi takmir masjid. Hanya, Jono jarang terlihat salat berjemaah atau bergabung dalam taklim-taklim yang diadakan pengurus atau remaja masjid. Walau begitu, Jono diakui sangat royal terhadap keperluan masjid. Setiap ada program pembangunan atau renovasi, Jono menjadi penyumbang dana terbesar. Juga ketika ada kegiatan-kegiatan. Apa pun. Di rumah, Jono selalu memakai baju koko putih. Baju takwa. “Makanya dia (Nana, red) tak marahi habis-habisan,” kata Ningsih saat bertemu di kantor seorang pengacara, area Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa hari lalu. Ningsih menduga itu terjadi karena Nana kurang suka terhadapJono. Masalahnya, Jono orangnya menomorsatukan kebersihan dan disiplin, sementara Nana amat sering ditegur suaminya karena suka menaruh barang sembarangan dan lelet bila diperintah. Sejak ikut keluarga Ningsih pada pertengahan 2017, gadis ini memang hampir tak pernah bersikap hormat kepada Jono. Hanya pada pekan-pekan awal sikapnya baik. Selebihnya cenderung jutek dan sinis. Keponakan Ningsih dari kakak sulungnya itu bahkan terkesan selalu menghindari bersinggungan langsung dengan Jono. Dia bahkan selalu menolak setiap diajak makan bersama. Apalagi, jagongan pada waktu-waktu liburan. “Suami saya memang keras. Awalnya dia suka memberi Nana uang saku. Tapi, kebiasaan itu dihentikan karena Mas Jono menilai Nana terlalu boros. Keponakan saya itu sering dipergoki makan dan minum di kafe-kafe mahal. Mahasiswa kan seharusnya prihatin,” tutur Ningsih, yang lantas mencontohkan dirinya yang dulu hidup irit saat masih berkuliah di Jogja. Tidak hanya bersikap buruk terhadap Jono, Nana juga sering ngrasani omnya itu suka jahil dan tidak sopan.  “Awalnya Nana minta saya memerhatikan sikap Mas Jono kepada pembantu kami,” imbuh Ningsih. Namun, herhari-hari hal itu dilakukan Ningsih, dia merasa tidak ada yang ganjil. Jono memerlakukan pembantu mereka—yang diakui Ningsih masih muda dan bersih—dengan baik dan sopan. Tapi, kenyataan yang diinformasikan Nana berbeda. Berbanding terbalik. Nana bahkan pernah memerlihatkan barang bukti kejahilan Jono melalui video HP-nya. Di video itu tergambar tangan Jono dengan sengaja mencowel pantat si pembantu. Tapi, Ningsih membantah. Dia mengatakan adegan itu sebagai ketidaksengajaan dan tidak patut dicurigai macam-macam. Namun, di dalam hatinya Ningsih meragukan ucapannya  sendiri. Sebab, di dalam adegan itu jelas-jelas tampak jelas tangan Jono sengaja diarahkan ke pantat si pembantu, mencowelnya, dan berusaha meremas-remas. Sejak itu Ningsih selalu mengawasi gerak-gerik suami. Apalagi ketika kebetulan ada pembantu di antara mereka. “Kulihat sendiri wajah pemantu kami memang tampak takut bila berhadapan dengan suami,” aku Ningsih. Di sisi lain, Nana sudah tidak pernah lagi melaporkan perbuatan aneh-aneh Jono. “Mungkin dia sudah jengah karena laporannya tidak pernah kehiraukan,” kata Ningsih. Sampai suatu saat, Ningsih mengetahui dengan mata kepala sendiri Jono sedang berusaha menyenggol payudara si pembantu dengan pundaknya. Dan berhasil. Tampak kepuasan di wajah Jono. Ningsih melihatnya secara tidak sengaja dari ruang makan ketika adegan itu terjadi di Jono di halaman belakang. Itu belum seberapa. Ada kejadian yang lebih menyeramkan. Jono berupaya menyenggolkan bagian bawah perutnya ke pantat si pembantu ketika mereka berpapasan di pintu penghubung ruang makan dan ruang terbuka di bagian belakang rumah. (bersambung)  

Sumber: