Cinta Terakhir Lelaki Paruh Baya Itu juga Cinta Pertamanya (2)
Tekek, Menerima Nindi sebagai Kekasih; Tekek, Menolak; Tekek…
Di satu sisi ingin mendorong Nindi jadian sama Fadlul, demi persahabatan; di sisi lain Zaenal mengaku tidak rela kehilangan Nindi. Apalagi, Nindi terang-terangan menyatakan sayang kepadanya. Zaenal tidak ingin kejadian seperti cinta pertamanya kepada Karlina terulang. Terburu disabet orang lain. Toh begitu, Zaenal masih ragu. Belum yakin pada kata hatinya sendiri. Lucu, selanjutnya Zaenal malah menggantungkan nasib pada bunyi tokek. Tekek, menerima Nindi sebagai kekasih; tekek, menolak dan menyarankan Nindi jadian sama Fadlul; tekek, menerima; tekek, menolak; tekek, menerima…; teeekek, menolak; teeeeeeekek, menerima… Berhenti! Seperti isyarat yang diperoleh dari tokek, Zaenal akhirnya memutuskan menerima rasa sayang Nindi. Menerima cinta Nindi. Maka, sebelum pikirannya berubah, cepat-cepat Zaenal meminta orang tuanya melamar Nindi. Tidak pakai lama, dua pekan kemudian Zaenal menikah vs Nindi. Tentu saja Fadlul kaget. Mungkin tidak menyangka. Mungkin juga merasa dikhianati. Bukankah Fadlul pernah terang-terangan menyanjung Nindi di depan Zaenal? Apakah Zaenal tidak mengerti? Setelah pernikahan, kehidupan rumah tangga Zaenal vs Nindi berjalan seperti yang diharapkan. Tidak ada sandungan berarti. Tapi, ada satu yang mengganjal di hati Zaenal: mengapa Fadlul belum kawin-kawin sampai perkawinannya dengan Nindi memasuki usia lebih dari 10 tahun? Zaenal sempat bertanya dalam hati: apakah Fadlul masih terobsesi cintanya kepada Nindi sehingga tidak bisa move on ke lain hati? Zaenal juga pernah memberanikan diri menanyakan hal itu kepada Fadlul, tapi tidak dijawab. Tersenyum pun tidak. Wajahnya datar. Ada satu hal lagi yang dirasakan Zaenal sebagai kekurangan. Sejauh ini dia dan Nindi belum dikaruniai momongan. Dia gelisah. Tapi, tidak demikian dengan Nindi. Biasa-biasa saja. Diam-diam suatu saat Zaenal memeriksakan diri ke dokter. Hasilnya sangat amat mengejutkan: mandul. Mentalnya jatuh. Tapi, sebaga lelaki, Zaenal berniat suatu saat hendak menyampaikan kenyataan ini kepada Nindi. Kemudian mencari solusi bersama. Tapi, niat itu selalu diurungkan. Dia kasihan kepada Nindi, karena perempuan tersebut selalu yakin suatu saat pasti akan bisa hamil. “Sebenarnya saya kasihan dengar keyakinannya itu. Bagaimana mungkin hamil kalau saya mandul?” kata Zaenal. Walau begitu, dia tidak tega untuk mematikan harapan istrinya. Meski dengan hati hancur, untuk sementara dia terus membiarkan Nindi menjalani hari-harinya dengan harapan kosong. “Sampai hati saya kuat untuk ngomong,” kata Zaenal, yang menambahkan bahwa suatu malam, selesai gituan, pelan-pelan dia membuka omongan soal itu. Tapi, bersamaan dengan itu Zaenal yang hendak membuka mulut, Nindi berbisik di telinga Zaenal, “Mas, aku hamil.” Tentu saja Zaenal kaget. Mana mungkin Nindi bisa hamil kalau dirinya mandul? Zaenal kalut. Toh begitu dia berusaha menyembunyikan perasaannya, bahkan berusaha menampakkan kegembiraan. Dirangkulnya Nindi erat-erat tapi sambil berpikir, “Mana mungkin?” (bersambung) Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasihSumber: