Ketika Kaum Pembantu Berebut Kehangatan Juragan Lelaki (4)

Ketika Kaum Pembantu Berebut Kehangatan Juragan Lelaki (4)

Menunggu dengan Victoria’s Secret, Kaki Terjuntai, dan Tengkurap

Tuti masuk kamar. Pura-pura menangis di tepi ranjang. Cukup lama. Dia memang sengaja menunggu Pak Candra menyusul. Namun sayang, yang ditunggu tidak masuk-masuk. Tuti pun lelah, lantas merebahkan diri. Tapi tetap terus pura-pura menangis. Justru saat itulah Pak Candra muncul. Tiba-tiba tanpa mengetuk pintu. Dia tampak amat kaget melihat Tuti kakinya terjuntai ke lantai, sementara tubuhnya tengkurap di ranjang. Menggemaskan. Hem… Pak Candra mendekat dan duduk di sebelah Tuti. “Kenapa menangis?” tanyanya. “Tuti malu.” “Malu sama siapa?” “Bapak,” kata Tuti sambil menyeret sprei untuk menutupi tubuh. Pak Candra mencoba lebih mendekat. Sebaliknya, Tuti malah berusaha menjauh. Bahkan disertai ekspresi wajah tidak berkenan, “Bapak mohon keluar dulu. Tuti mau ganti baju.” Pak Candra ragu. Bingung antara nekat mau tetap berdiam diri di situ atau keluar seperti permintaan pembantunya. Tapi setelah dipertimbangkan cukup lama, Pak Candra akhirnya klunuk-klunuk keluar. Sejak itu Tuti merasakan perhatian Pak Candra kepadanya berbeda dari sebelum-sebelumnya. Pak Candra juga mulai jarang melompat pagar untuk menemui Parem. Dia justru sering memberi hadiah. Mulai baju lumayan bagus hingga perhiasan. Toh begitu, Tuti masih jual mahal. Dia tetap menghindar ketika lelaki bermulut amis dan langu tersebut berusaha mendekat. Suatu malam, menjelang tidur, Tuti melihat Pak Candra menuju kamarnya. Ia lantas diam-diam sengaja membuka pintu, meraih HP, dan pura-pura berbicara vs seseorang di seberang sana. “Iya, nanti kalau pulang, doakan Mbak bawa rezeki untuk kamu beli motor,” kata Tuti dikeras-keraskan. Saat itulah Pak Candra muncul. “Untuk siapa motornya?” tanya Pak Candra tiba-tiba. “Tuti menjanjikan Adik kalau nanti ada rezeki. Untuk sekolah. Kebetulan sekolah Adik jauh dari rumah. Beda kecamatan. ” “Mau Bapak belikan?” “Bapak serius?” “Besok Bapak belikan. Langsung dipaketkan ke desa. Mau kan?” kata Pak Candra sambil melangkahkan kaki masuk kamar. Tuti beringsut minggir. Memasang wajah kaget campur gembira. “Maaf Pak, ada  telepon masuk,” kata Tuti, lalu berjalan agak menjauh. Segera dia menghubungi Nanik. “Nik, umpan sudah dimakan. Besok Didin (adik Tuti, red) dikirimi motor,” kata Tutik lirih, yang lantas menjelaskan bahwa Pak Candra sekarang ada di kamarnya. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: