Hot Issue Lagi, ILC Tidak Nongol Lagi

Hot Issue Lagi, ILC Tidak Nongol Lagi

Saya sebetulnya sudah tidak pernah nonton ILC-nya Karni Ilyas lagi. Terlalu panjang. Saya hanya nonton cuplikan-cuplikannya di Youtube. Saya juga tidak nonton lagi English Premier League (EPL) maupun Champion. Tapi, saya selalu update hasilnya, lewat teman di grup yang selalu berbaik hati membagikannya. Tentu juga nonton highlight-nya. Cukup 5 menit saja. Gol-gol indahnya. Sudah marem. Puas. Tapi, saya agak terganggu ketika teman-teman di berbagai WAG yang saya ikuti, curhat menyampaikan kekekecewaanya ketika mengetahui ILC tadi malam tak nongol. Padahal, sehari sebelumnya sudah diumumkan lengkap dengan temanya: Pulangnya Habib Rizieq Shihab (HRS). Tidak sekali ini, ILC libur. Setiap ada hot issue dan sudah begitu ditunggu-tunggu, akhirnya dibatalkan. Selain tadi malam, diskusi dengan topik Omnibus Law yang heboh itu, yang didemo itu, pada 13 Oktober lalu juga dibatalkan. Saat itu lumayan, Karni masih sedikit memberikan penjelasan, selain pengumuman resmi pembatalannya. Saat itu, Presiden ILC itu mengatakan: tidak setiap yang saya tahu, bisa diceritakan. Dan, tidak setiap cerita bisa dibagikan. Yang tadi malam, tidak ada penjelasan sama sekali selain pengumuman batal itu. Polos. Hanya Fadli Zon yang sehari sebelumnya sudah menerima undangan, tapi begitu dia balik ke Jakarta untuk bersiap manggung , tiba-tiba dibatalkan, mengomentari di sosmednya. ‘’Ada tangan-tangan gaib yang mungkin meminta acara tersebut untuk dibatalkan,’’ kata anggota DPR dari Gerindra ini. ‘’Sungguh ironi. Ini semacam pembungkaman terhadap kebebasan pers di era demokrasi. Semoga ini terakhir kalinya terjadi. Jika masih terus, akan menciderai dan melukai demokrasi,’’ lanjut Fadli yang masih mengambil jalan beroposisi meski bosnya, Prabowo, sudah berpindah ke kuadran kekuasaan. Menurut saya, pembatalan itu, jika benar sinyalemen Fadli Zon karena tangan-tangan gaib, lebih banyak mudharatnya dibanding maslahatnya. Pertama, seperti dikatakan Fadli itu pembungkaman demokrasi. Bahasa teman saya yang ikut menyampaikan curhat, satu kata: dholim. Kedua, pemerintah punya jagoan untuk adu argumentasi seperti Menko Polhukam Mahfud MD dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Sesulit apa pun dalam beragumentasi, jauh lebih baik, daripada memberikan kesempatan bagi rakyat untuk bertanda tanya besar dan menebak-nebak: benarkah hari gini masih ada tangan-tangan gaib? Masih ada pembungkaman? Ujungnya pasti mem-bully. Menurut saya, lebih gentleman jika dihadapi. Bahasa boneknya: wani. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: