Berdemokrasilah yang Sehat untuk Melahirkan Pemimpin Bermanfaat
Pemilu yang baik haruslah dijalankan dengan prinsip langsung, umum, bebas rahasia, jujur dan adil (Luber jurdil). Istilah Luber Jurdil bahkan sudah diperkenalkan sejak di Sekolah Dasar pada mata pelajaran kewarganegaraan. Luber Jurdil bukan hanya prinsip, melainkan simbol demokrasi. Bila tidak dijalankan dengan baik, pastinya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang cacat sebab naik tahta dengan cara-cara yang salah. Di era digital ini, di mana semua informasi mudah didapat oleh seluruh lapisan masyarakat, prinsip jujur dan adil seringkali diabaikan. Segala cara dimainkan agar lawan kian lemah dan tak melawan, beragam taktik disiapkan supaya lawan kian tidak berkutik. Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Jember. Beragam isu miring diembuskan untuk menjatuhkan elektabilitas Cabup petahana dr. Faida. Tujuannya supaya tidak kembali lagi ke singgasana. Terbaru, dokumen usul pemecatan dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Prawansa ke Kemendagri tiba-tiba menjadi topik utama media. Padahal, usulan yang sudah lalu itu telah selesai persoalannya setelah mediasi antara Bupati dan DPRD Jember di Kemendari yang juga dihadiri DPD RI. Selain itu, di Medsos akun-akun fake berkeliaran menyebarkan meme yang diberi keterangan 20 dosa dr. Faida. Mereka membangun isu buruk tentang Faida meski beragam tuduhan itu hanyalah dugaan. Buktinya, sampai detik ini Faida tidak terkurung di jeruji besi. Sedemikian isu yang dibangun untuk menjatuhkannya, sang dokter justru menyerukan ke seluruh warga Jember supaya berdemokrasi yang baik, tidak saling menjatuhkan dan bertengkar hanya lantaran persoalan perbedaan pilihan. Barangkali, karena kejujuran itulah ia dianggap sebagai ancaman. Sialnya lagi, Organisasi pendukung presiden Joko Widodo, Jokowi Mania (JoMan) Noel yang tidak pernah muncul di tanah pandhalungan tiba-tiba berstatment mendukung pemberhentian dr. Faida. Ada apa? Demokrasi tidak sehat di Pilkada Jember sangat tampak, manakala ada kekeliruan di kubu dr. Faida, digoreng sedemikian rupa. Namun, ketika yang lainnya melanggar, seperti seolah tidak ada apa-apa. Publik mungkin masih ingat dengan pencopotan dan penutupan gambar dr. Faida di ambulance desa. Bukan hanya Bawaslu, bahkan DPRD pun berada di garda terdepan melakban foto Faida hingga melakukan sweeping ke Puskesmas. Padahal, itu bukan kapasitas mereka. Namun, karena yang melanggar dr. Faida, sehingga penyikapannya pun berbeda, lain lagi dengan dua calon lainnya. Banner di tengah kota penuh dengan gambar paslon 2 dan 3, di Jompo terpampang jelas No 2. Bahkan, di perempatan Argopuro paslon nomer 3 terpampang begitu besarnya. Anehnya, Bawaslu dan Satpol PP seolah tutup mata, entah apakah mereka tidak melihat atau memang sengaja dibiarkan. Padahal, dari segi ukuran sangat jelas melanggar, tidak sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh KPU. Termasuk DPRD yang kemarin berada di garda terdepan melakban foto dr. Faida, ke mana mereka? Sebagai calon pemimpin, seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat, bukan justru menabrak segala aturan yang ada hanya karena dibiarkan lalu bersikap arogan. Ini bukan hanya tanda melainkan fakta pesta demokrasi di Jember sedang tidak baik-baik saja. Bukan hanya banner, Kepala Desa di Bangsal yang mendatangkan Cabup Hendy sampai detik ini tidak jelas penyikapannya, kampanye melibatkan anak-anak berjoget sambil dibagi-bagikan uang, terbaru ada juga undian berhadiah Rp. 250.000. Anehnya, beragam pelanggaran itu berlalu begitu saja. Sosok dr. Faida seolah menjadi musuh bersama. KPU dan Bawaslu seperti tidak berada di tengah lapangan sebagai wasit melainkan menjadi simpatisan paslon. Apalagi DPRD, yang jelas-jelas produk partai politik, mereka seolah kompak untuk bersekongkol bersama-sama menghajar dr. Faida. 9 Desember nanti, masyarakat Jember akan memilih. Mereka yang akan menentukan, kendati Faida berusaha dijatuhkan, namun itu akan sia-sia bila rakyat sudah menentukan pilihan.(*) * Penulis adalah Kepala Biro Memorandum Jember
Sumber: