Ketua APHTN Sayangkan Pilkada Lawan Bumbung Kosong

Ketua APHTN Sayangkan Pilkada Lawan Bumbung Kosong

Malang, memorandum.co.id - Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Administrasi Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Jatim Prof Dr Suko Wiyono SH MH mengaku prihatin dengan kondisi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020. Sebab, sejak dimulainya pilkada langsung, fenomena bumbung kosong (kotak kosong) terus meningkat jumlahnya. Sehingga, calon kepala daerah, tidak mempunyai lawan sesama calon kepala daerah. Itu terungkap saat seminar nasional 'Fenomena Bumbung Kosong dalam Pilkada di Era Covid-19', di kampus Universitas Wisnuwardhana (Unidha) Kota Malang. “Dari data sejak 2015, calon pemimpin daerah melawan kotak kosong ada 3. Kemudian pada 2017 ada 9 kotak kosong. Tahun 2018 ada 16. Yang paling parah di tahun ini. Dari total 270 wilayah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah, ada 34 bumbung kosong. Sehingga, calonnya sendirian melawan kotak kosong,” terang Prof Suko Wiyono. Kondisi seperti itu (melawan bumbung kosong), lanjutnya, sejujurnya adalah lebih berat. Hal itu dikarenakan, lawannya bukan orang. Sehingga tidak bisa dinilai kacacatan atau kelebihannya. Sehingga pemilih tidak banyak pertimbangan. Di saat tidak cocok dengan calon yang ada maka akan langsung memilih kotak kosong. “Melawan kotak kosong, saya kira malah semakin berat. Bumbung kosong, tidak bisa dinilai, karena tidak ada cacatnya. Kan bukan orang. Namun, hal itu tetap harus dilaksanakan sebagaimana putusan MK, No 100/puu-XIII/2015. Dan itu syah. Ketika calon kalah dengan kotak kosong, ini yang repot lagi. Maka akan diulang, kan biaya lagi," lanjut Ketua APHTN-HAN yang juga Rektor Unidha ini. Kondisi seperti ini menurutnya memprihatinkan. Sebagai negara demokrasi dengan banyak partai namun tidak mampu melahirkan kader yang mumpuni. “Di negara kita banyak partai politik. Tapi kadang calon bukan dari kader sendiri. Malah mengusung calon dari luar partai. Ya kadernya sendiri malah tidak mendapat kesempatan. Jadi selain parpol kurang bisa melahirkan kader, bisa juga karena 'mahar' politik yang mahal. Yang mempunyai modal besar, bisa ikut mencalonkan meskipun di luar kader,” paparnya. Ia berharap, fenomena bumbung kosong tidak terus bertambah. Minimal harus dua pasang calon. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam agenda pilkada dengan mengambil hak suaranya. Selain Rektor Unidha, pembicara seminar lain adalah Prof Dr Nunuk Nurwardani SH MH (Dekan FH Universitas Trunojoyo Madura), Dr Imam Ropii SH MH (Kaprodi Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Unidha), Dr Hananta Widodo SH MH (Universitas Negeri Surabaya), dan Dr Jayus SH MHum (FH Universitas Jember). (edr/fer)

Sumber: